Empat Eksekutif PT. KS Dicecar
PORTALKRIMINAL.ID-JAKARTA: Kejaksaan Agung terus kuliti perkara pembangunan Blast Furnace Complek (BFC) milik PT. Krakatau Steel (KS) guna mencari tersangka Skandal Korupsi KS yang diduga merugikan negara sekitar Rp5, 351 triliun.
Setelah mengungkap dugaan aliran dana sebesar Rp314. 875 juta selama 2013-2018 ke Direktur Bisnis dan Operasi I PT. Krakatau Engineering, Rabu (11/5) dan Rekanan (Vendor).
Kini, soal aktifitas produksi di Coke Oven Plant (COP) dan kapasitas BFC tidak sesuai desaian kapasitas yang berakibat tidak diterbitkan CoOR (Certificate of Operating Readiness).
Serta, Slab Steel Plant (SPP) yang tidak dapat dioperasikan sampai sekarang, sejak BF shut down (berhenti operasi), sejak Desember 2019.
Semua terungkap dari pemeriksaan 4 Eksekutif Lapangan PT. KS dalam Skandal Pembangunan BFC, yang dikerjakan Konsorsium PT. KE (anak usaha PT.KS) dan MCC CERI asal Cina.
Namun, hingga usai diperiksa belum ada seorang pun dicegah bepergian ke luar negeri, sejak disidik Rabu (16/3) dengan nomor: Print-14/F.2/Fd.2/03/ 2022.
Padahal, sampai kini nyaris semua Direksi- Pensiunan PT. KS dan PT. KE telah diperiksa dan bahkan berulang.
Empat Mantan Dirut PT. KS, terdiri Fawzar Bujang (November 2007 – Juni 2012), Sukandar (Periode 2015 – Maret 2017) dan Irvan Kamal Hakim (Juni 2012 – 2015) diperiksa Selasa (5/3). Mereka diperiksa terakhir, Selasa (19/4).
Terakhir, Mantan Dirut PT. KS yang diperiksa, adalah Mas Wigrantoro Roes Setijadi (2017 – 2018), Kamis (14/4).
Sementara para Mantan Dirut PT. KE yang telah diperiksa, terdiri Imam Purwanto (Tahun 2011), Bambang Purnomo ( 2013), Wisnu Kuncoro (Dirut 2016) dan Lussy Adriaty Dede (2018), Senin (4/4).
KRAKATAU STEEL
Empat Eksekutif PT. KS yang diperiksa, yaitu GW (Superindentendent Sintering), KN (Superindentendent Coking Plant), RSH (Superindentendent Chemical Recovery Plant) dan HA (Superintendent Melting SSP-Slab Steel Plant).
Kapuspenkum Dr. Ketut Sumedana menjelaskan dari pemeriksaan GW yang juga menjabat COP Manager terungkap
seluruh hasil test yang dilakukan.
“Mulai diterbitkannya FBI sampai dengan BFC tidak beroperasi (shut down) kapasitas yang dihasilkan tidak sesuai dengan desain kapasitas sebagaimana kontrak sehingga tidak diterbitkan CoOR (Certificate of Operating Readiness),” katanya, Senin (13/6) malam.
Saksi KN diperiksa pengoperasional BFC untuk mesin COP yang menghasilkan kokas yang digunakan dalam BFC dan COP yang merupakan bagian dari BFC tersebut, apakah sudah diuji fungsi dan sudah dapat beroperasi sesuai spesifikasi dalam kontrak.
Lalu, RSH diperiksa terkait tugas dan tanggung jawab selaku Staf Project BF setingkat Supervisor Senior Shift COP.
Terakhir, HA menyangkut SSP yang pernah menggunakan hot metal sebagai campuran dari sponge iron dan scrap untuk diproses menjadi slab dari BF, sejak 29 Agustus 2019 – 11 Desember 2019. Ttotal serapan 38.292 ton.
“Sejak shut down pada Desember 2019 sampai dengan sekarang SSP tidak beroperasi,” akhiri Ketut.
TERLANTAR
Kasus berawal dibangunnya Pabrik BF 2011 – 2019 untuk daya saing dan harga besi atau baja bisa ditekan lebih murah dengan menggunakan bahan bakar Batubara bukan Gas.
Praktiknya, proyek yang dikerjakan Konsorsium MCC CERI dan PT. KE sesuai hasil lelang 31 Maret 2011 dan berbiaya Rp6, 921 triliun jauh dari harapan.
Bahkan, sejak 19 Desember 2019 pengerjaan proyek dihentikan meski belum 100 % tuntas. Sementara pimpinan proyek sudah menyerahkan dana pengerjaan proyek Rp5, 351 triliun.
Selain itu, saat diuji coba operasi biaya produksi lebih besar dari harga baja di pasar dan pekerjaan sampai saat ini belum diserah-terimakan dengan kondisi tidak dapat beroperasi lagi.(ahi)