Perkara Pembelian Lahan di Depok
PORTALKRIMINAL.ID -JAKARTA: Sejumlah Direksi dan Mantan Direksi PT. Adhi Persada Realti (APR) telah diperiksa, penyidikan perkara pembelian lahan bermasalah di Limo dan Cinere, Depok tak berujung penetapan tersangka.
Kamis (14/7), giliran Direktur PT. APR inisial SU diperiksa kembali oleh Kejaksaan Agung untuk kedua kali, tapi status masih tetap saksi dan belum dicegah bepergian ke luar negeri.
Pemeriksaan pertama dilakukan Selasa (28/6) bersama Mantan Direktur Utama PT. APR inisial FF, tahun 2012.
Kapuspenkum Dr. Ketut Sumedana mengatakan SU diperiksa guna memperkuat pembuktian dan melengkapi pemberkasan perkara.
“Tentu, semua dalam upaya membuat terang tindak pidana yang terjadi, 2012 – 2013 terkait pembelian tanah di Depok (lalu diikuti penetapan tersangka, Red), ” kata Ketut, Kamis malam.
Sebelum ini, Rabu (6/7) diperiksa Dirut PT. Adhi Karya Entus Asnawi Mukhson terkaiy dana equity dan pembelian lahan 20 ha di Limo dan Cinere untuk Proyek Apartemen dan Perumahan.
CEROBOH
Kasus yang disidil sejak 6 Juni berawal pembelian tanah dari PT Cahaya Inti Cemerlang (CIC), di Limo, Kecamatan Limo, dan Cinere, Kecamatan Cinere, Depok seluas 200.000 m2 atau 20 hektar untuk membangun perumahan atau apartment.
Belakangan diketahui, bidang tanah yang dibeli PT. APR tidak memiliki akses ke jalan umum sehingga harus melewati tanah milik PT. Megapolitan dan dalam penguasaan fisik dari masyarakat.
Selain itu, beber Ketut Sumedana berdasarkan data dari BPN Kota Depok, terdapat bagian tanah yang tercatat dengan Sertifikat Hak Milik (SHM) atas nama PT. Megapolitan, yaitu SHM nomor 46 dan 47 atas nama Sujono Barak Rimba.
Terhadap lahan tersebut, PT. APR telah melakukan pembayaran kepada PT. CIC melalui rekening notaris dan diteruskan ke rekening pribadi Direktur Utama dan Direktur Keuangan PT. CIC dan dana operasional.
Kendati sudah dibayar, PT. APR baru memperoleh tanah sebagaimana dalam Sertifikat Hak Guna Bangunan (SHGB) No. 5316 an. PT. APR seluas ±12.595 m2 atau sekitar 1,2 hektar dari 20 hektar yang diperjanjikan.
Sementara, tanah sekitar 18,8 hektar masih dalam penguasaan orang lain (masih status sengketa) sehingga sampai saat ini, tidak bisa dilakukan pengalihan hak kepemilikan.
“Tim berpendapat terdapat indikasi kerugian keuangan negara dari pembelian tanah oleh PT. APR dari PT. CIC, ” pungkas Ketut. (ahi)