Rebutan Lahan Vihara Tien En Tang, Pengurus Yayasan dan Ahli Waris Saling Lapor Polisi

PORTALKRIMINAL.ID – JAKARTA: Sengketa Lahan Vihara Tien En Tang, di perumahan Green Garden Jakarta Barat berbuntut panjang. Ahli waris dan pengurus yayasan vihara tersebut saat ini saling lapor ke polisi.

Deolipa Yumara SH pengacara Yayasan Matra Karuna Maitreya mengatakan permasalahan memang sudah terjadi antara ahli waris dengan pengurus yayasan sejak lama. Dia menyebut pengurus yayasan dan ibu si ahli waris dulu tinggal di rumah yang kemudian dijadikan vihara tersebut.

“Masalah ini memang sudah terjadi lama. Dimana dulu ibunya ahli waris dengan pengurus yayasan tinggal di rumah tersebut bersamaan,” ujar Deolipa kepada wartawan, Jumat (18/11/2022).

Dengan berjalannya waktu, ibu dari ahli waris meninggal dunia. Kemudian, pengurus yayasan menjadikan tempat tersebut sebagai tempat ibadah.

“Setelah ibu pendiri yayasan meninggal (Amin Widjaja), ahli waris Lily merubah pengurus yayasan,” jelas Deolipa.

Dijelaskannya, ahli waris saat ini diturunkan ke anaknya, orang yang menggugat tempat Vihara Tien En Tang. Saat ini ahli waris dan pihak Yayasan saling melapor.

Dasar Kepemilikan Tqnah

Sebelum Yayasan Metta Karuna Maitreya terbentuk para pendiri terdiri dari  Ny. Amih Widjaja,  Ny. Mawarly,  Ny.Tjoeng Sherly,  Ny. Linda dan Ny. Eva Tjokkandau pada tahun 1999 bersepakat secara Bersama sama  membeli sebidang tanah yang terletak di Perumahan Green Garden Blok 04 No.16 Jakarta Barat, seluas 371M2 untuk tujuan membuat Vihara sebagai rumah Ibadah Umat Budha dengan memakai nama Ny. Amih Widjaja.

Setelah pembelian sebidang Tanah para pendiri memutuskan untuk langsung membangun Rumah Ibadah yang diberi nama Vihara Metta Karuna Maitreya  sejalan dengan pengurusan Badan Hukum Yayasan dan perijinan Vihara Metta Karuna Maitreya yang sumber dananya berasal dari Pendiri Yayasan dan Sumbangan Umat.

Setelah Badan Hukum dan Perijinan Rumah Ibadah Umat Buddha keluar dari Kementerian Agama, pada tanggal 05 Juli 2002, secara resmi penggunaannya oleh Direktur Keagamaan Buddha bapak Cornelis Wowor dengan ditadatanganin batu prasasti sebagai tanda peresmian. (Amin)