PORTALKRIMINAL.ID – SLEMAN: Pemerintah Daerah Istimewa Yogyakarta (DIY) melalui Dinas Kebudayaan DIY akan menggelar ketoprak dengan judul Crah Agawe Bubrah Rukun Agawe Santosa. Ketoprak ini akan digelar di Serangan Oemoem 1 Maret, pada Sabtu (3/122022).
Ketoprak yang disutradarai oleh Bambang Paningron ini sedikit berbeda dengan ketoprak pada umumnya. Hal ini lantaran para pemeran ketoprak ini adalah para pejabat yang ada di DIY. Seperti Kapolda DIY, Danlanal, Rektor UGM, Danrem, Gubernur AAU, dan pejabat yang ada di forum pimpinan daerah (Forkopimda).
Kepala Dinas Kebudayaan Dian Lakshmi Pratiwi menjelaskan bahwa ide pergelaran ketoprak yang dibintangi oleh pejabat di DIY keluar langsung dari Gubernur DIY Sri Sultan Hamngku Buwono X.
Dian mengatakan, Sri Sultan menginginkan adanya ruang interaksi antara pejabat dengan masyarakat umum. Hal ini juga bertujuan untuk mendekatkan antara pejabat dan masyarakat.
“Tujuan adanya pementasan ini bagian kita mencoba ngedemke situasi (mendinginkan situasi) menjelang 2024. Di mana Yogyakarta bisa jadi adem, ayem, tentrem potensi-potensi yang cukup panas karena politik bisa lebih adem,” ujar Dian, pasa Kamis (1/12/2022).
Lanjut Dian, dengan adanya pergelaran ketoprak ini, diharapkan masyarakat dapat lebih mengenal pejabat-pejabat yang ada di DIY. Pasalnya, selama ini masyarakat kebanyakan hanya mengetahui namanya saja, tanpa mengetahui sosoknya.
Pergelaran ketoprak pada intinya adalah perayaan atau kegembiraan, sehingga masyarakat tidak perlu menafsirkan terlalu berat. Dian mengatakan, tema yang dipilih pada pergelaran ini juga gampang dicerna oleh masyarakat.
“Memang kita ambil lakon-lakon yang keseharian ada di tengah-tengah kita sesuai dengan tema atau konteks kita yakni menjelang 2024,” ujarnya.
Menurut Dian, pergelaran ketoprak dengan melibatkan pejabat-pejabat tinggi di DIY ini baru pertama kali digelar.
Dian mengungkapkan, Sultan juga berpesan kepada penyelenggara bahwa ketoprak ini tidak menganut pakem apapun. Hal ini dilakukan dengan tujuan para pemain lebih leluasa menggunakan gaya masing-masing.
Bahkan, dalam pentas kali ini para pemain bebas menggunakan bahasa yang dikuasainya, tidak harus menggunakan bahasa Jawa. Pasalnya para pejabat tidak semua menguasai Bahasa Jawa.
“Kemudian tidaj hafalan dialog, sekenanya boleh pakai bahasa Indonesia. Ada pejabat dari Sunda yang pakai bahasa Sunda, juga boleh. Tetapi dalam satu kesatuan konteks yang masih nyambung, kemudian sangat cair, kalau ada yang lucu ya bagian dari pertunjukkan,” jelasnya.
Pemilihan judul Crah Agawe Bubrah Rukun Agawe Santosa memiliki makna kejujuran, kerukunan, dan kesatuan, saling memahami, pesan ini yang akan disampaikan pada ketoprak kali ini.
“Dengan adanya ketoprak besok itu, insya Allah komponen di DIY lebih kuat,” paparnya.
Sebelumnya, Gubernur DIY Sri Sultan Hamengku Buwono X menjelaskan gelaran ketoprak ini tidak hanya diisi oleh pemain ketoprak profesional tetapi juga diisi oleh pejabat Pemerintah DIY, anggota TNI, dan juga Polri.
Sultan menjelaskan tujuan dari para pejabat serta TNI dan Polri turut dalam gelaran ketoprak ini sebagai cara untuk mendekatkan diri dengan masyarakat.
Untuk lokasi pementasan Ketoprak Sultan belum memutuskannya. Namun, Sultan membuka 2 pilihan lokasi yang bisa digunakan untuk pentas ketoprak.
Pertama, Monumen Serangan Umum 1 Maret. Kedua, di depan gerbang Kantor Gubernur, Kompleks Kepatihan.
“Di bulan Desember tutup tahun bisa pentas, tergantung bapak dan ibu gimana. Bisa di Monumen 1 Maret atau di muka regol (gerbang) kepatihan,” ucapnya.
Sultan menjelaskan, jika gelaran ketoprak dipentaskan di depan pintu masuk Kepatihan, masyarakat dapat menonton dari Jalan Malioboro dengan duduk di jalan.
“Bikin panggung sambil duduk di Jalan Malioboro kan gitu,” terang Sultan.
“Dialognya bebas saja, lali (lupa) Bahasa Jawa, pakai Bahasa Indonesia ya engga apa-apa. Paling-paling ditertawakan saja. Ditertawakan publik kan bagian dari ketoprak itu sendiri. Enggak apa-apa, yang penting kan membangun relasi dengan publik,” pungkasnya.
Sedangkan, sutradara Ketoprak Pejabat Bambang Paningron mengatakan, naskah ini menggambarkan kekuasaan atau jabatan yang tidak ada artinya sama sekali kalau tidak dimanfaatkan sepenuhnya untuk kesejahteraan masyarakat.
Menurutnya, penting bagi pejabat untuk mengkondisikan masyarakat tetap damai saat menghadapi Pilpres 2024.
Bukan hanya diingatkan, tetapi masyarakat perlu disiapkan agar dewasa menghadapi perbedaan pilihan dan tidak chaos.
“Naskah nyerempet-nyerempet pemilu dengan nuansa yang lebih membumi yaitu pemilihan lurah atau pilkades. Berlatar belakang pada cerita proses pemilihan lurah di suatu wilayah tertentu. Bagaimana konflik yang muncul, bagaimana intrik dilakukan, bagaimana strategi money politic dan hoax itu dihembuskan pada saat saat tertentu saat pemilihan lurah. Ini sebagai penggambaran sebenarnya,” jelas Bambang Paningron.
Bambang Paningron menambahkan, menampilkan pejabat pada pertunjukan ini bukan tanpa tantangan.
Mempertemukan para pejabat dalam satu adegan panggung menjadi hal yang paling sulit dilakukan, mengingat kesibukan mereka melaksanakan ketugasan melayani masyarakat.
Namun, Bambang Paningron dibuat terkesan dengan antusiasme para pejabat ini. Di tengah kesibukan, mereka mampu tetap konsisten dan bertanggung jawab menyelesaikan apa yang menjadi perannya. (Amin)