Oleh: Abdul Haris Iriawan *)
Suatu ketika duduk di warung kopi di belakang Gedung Bundar, Kejaksaan Agung. Seperti biasa ramai oleh perbincangan politik, ekonomi dan hukum diikuti kaum berseragam hingga tukang parkir.
Saat asik bermain catur dengan pemilik warung biasa disapa mister kumis, terdengar sayup di kuping diskusi hangat soal masalah hukum.
Mulai dijeratnya Ketua KPK Firli Bahuri dalam perkara dugaan pemerasan hingga gratifikasi hingga Skandal BTS 4G.
Permainan catur terus dilakukan. Sampai pada suatu titik kuping ini sudah tidak tahan untuk tidak mengikuti ketika perbincangan Skandal BTS 4G mulai tarik-menarik diselingi emosi kecil. Maklum diskusi ala Wong Cilik.
Tapi dengan beribu maaf, penyebutan Wong Cilik tidak dimaksudkan pada partai politik tertentu. Ini sebuah realita Wong Cilik beneran bukan di etalase sekadar jargon yang kembali didengungkan menjelang Pemilu.
“Harusnya pihak yang menyumbang atau memberi uang kepada Irwan Hermansyah (Komisaris PT. Solitech Media Sinergy) dan Galumbang MS (Dirut PT. Moratelindo) guna mengondisikan penyelidikan kasus BTS juga dijadikan tersangka, ” kata Anton, sebut saja Wong Cilik yang lagi mampir usai pulang kerja sekedar merasakan kopi Mr. Kumis dengan tegas.
Irwan dan Galumbang adalah Tersangka BTS Jilid I dan sudah divonis bersalah oleh Pengadilan Tipikor pada PN. Jakarta Pusat. Jumlah tersangka hingga kini sebanyak 16 orang.
Layaknya seorang Jaksa, Anton pun memaparkan alasannya. Jimy Sutjiawan (Dirut PT. Sansaine Exindo) dan M. Yusrizki Muliawan (Dirut PT. Basis Utama Prima milik Happy Hapsoro) sebagai contohnya.
“Jimy memberikan uang Rp 37 miliar bagian komitmen fee atas pekerjaan paket 1 dan 2. Yusrizki memberi Rp 60 miliar bagian komitmen fee atas pekerjaan power system’ paket 1, 2, 3, 4 dan 5 telah dijadikan tersangka, ” ucapnya.
Lawan bicaranya pada terdiam membisu seolah tersihir argumentasi Anton yang nampak mengikuti seksama perkara BTS yang berbiaya Rp 10 triliun, namun Rp 8, 032 triliun “dirampok.”
Merasa di atas angin, Anton melanjutkan ocehannya. Kali ini, dia membandingkan dengan pihak lain yang ikut melakukan hal serupa, tapi tak kunjung dijadikan tersangka .
Sembari merogoh kantongnya. Dia lalu memperlihatkan dakwaan Jaksa terhadap Terdakwa Windi Purnama (Dirut PT. Multimedia Berdikari Sejahtera) di HP-nya.
Lawan bicaranya sempat tersentak. Mereka berpikir kawan yang baru dikenal itu akan mengeluarkan Sajam dari sakunya, karena merasa kurang ditanggapi.
Bisa jadi, karena Anton baru pertama dikenal dan perawakannya kekar dan hitam.
Tapi setelah tahu yang dikeluarkan dari saku celananya adalah HP, mereka justru dibuat surprise atas pengetahuannya.
“Sabar Bro, ” tanggapi Udin seraya meminta nada suaranya direndahkan.
“Bukan begitu Bro. Ane hanya bingung dan kesal saja, karena pihak lain yang melakukan hal serupa tapi tidak dipidanakan, ” balasnya, kali ini dengan suara lebih rendah seakan meminta respons atas kegundahannya.
STEVEN DKK
Sebelum lawan bicaranya menanggapi, Anton lalu mengungkapkan daftar penyumbang dana untuk mengondisikan kasus BTS.
Dia sebut nama Steven Setiawan Sutrisna memberi kepada Irwan Rp 27, 5 miliar bagian dari komitmen fee atas pekerjaan paket 4 dan 5 dari subkontraktor PT. Waradana Yusa Abadi
Lalu, Aryo Damar dan Alfi Asman memberikan kepada Windi Purnama (Dirut PT. Multimedia Berdikari Sejahtera) atas arahan Irwan Hermansyah dan Galumbang MS Rp 7 miliar bagian komitmen fee atas pekerjaan PT. Aplikanusa Lintasarta (anggota Konsorsium Paket 3).
Berikutnya, Bayu Erriano Affia Rp 29 atas pekerjaan pengawasan fiktif dari PT. Sarana Global Indonesia yang diterima dari Lintasarta Rp 33 miliar setelah dipotong untuk kepentingan Global.
Seterusnya, Irwan sebesar Rp 23 miliar atas pengawasan fiktif dari PT. JIG Nusantara Persada juga dari Lintasarta sebesar Rp 28 miliar setelah dipotong untuk kepentingan JIG.
“Waduh Bro. Jauh banget pengetahuannya, ” tanggapi lawan bicaranya.
“Menurut saya, belum berubah status bukan berarti penyidik diam dan tidak tahu. Data yang disampaikan di ruang pengadilan justru hasil dari proses penyidikan, ” potong Udin memberikan pandangan.
Udin bukan nama sebenarnya, dia biasa nongkrong di warung Mr. Kumis dan bisa jadi sering mengantarkan minuman dan sejenis kepada Jaksa di gedung Bundar alias Pidsus, Kejaksaan Agung.
“Seperti yang saya baca dari berita Bro Ahi di Portalkriminal. Id penetapan seseorang menjadi tersangka itu bergantung kepada alat bukti bukan sebab lain. “
Anton tercenung. “Oh begitu. Jadi tidak benar dong ada tebang pilih. Maksudnya, Like and Dislike. “
“Makanya, kita tunggu saja perkembangan. Yakinlah, penyidik pasti akan menindak lanjuti bila ditemukan fakta hukum. “
“Catur masih lanjut atau tidak, ” teriak Mr. Kumis yang nampak kesal karena dicuwekin.
“Ok lanjut lagi Mr. Kumis, ” jawab penulis usai diskusi bubar dan kembali asik dengan teh panasnya yang mengundang selera. (Wartawan Senior *)