PORTALKRIMINAL.ID – JAKARTA: Seorang pengacara Ramses Kartago melaporkan oknum PNS Kementerian Desa Pembangunan Daerah Tertinggal dan Transmigrasi (Kemendes) CQ Direktorat Jenderal Percepatan Pembangunan Daerah Tertingggal (PPDT) Kemendes berinisial KWF.
Oknum KWF dilaporkan kepolisian di Polda Metro Jaya Pelapor/Korban oleh Tarja Supriyanto atas dugaan telah melakukan tindak pidana Penipuan (Pasal 378 KUHP), Penggelapan (Pasal 372 KUHP) dan Pemalsuan Surat Pasal 263 KUHP.
Adapun duduk perkara Laporan Polisi dalam Laporan Polisi Nomor : LP/B/3966/VII/2023/SPKT POLDA METRO JAYA, tangggal 10 Juli 2023 tersebut yang telah ditingkatkan menjadi penyidikan.
“Sekitar tahun 2021 Pelapor/Korban Saudara Tarja Supriyanto berkenalan dengan Terlapor KWF di Kantor Direktorat Jenderal Percepatan Pembangunan Daerah Tertingggal (PPDT) Kemendes jalan Abdul Muis, Jakarta Pusat,” ujar Ramses di Polda Metro Jaya, Jumat (15/12/2023).
Lanjut Ramses, pada pertemuan kedua di Kantor Terlapor KWF menawarkan proyek di Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat (PUPR) di Semarang senilai Rp 60 miliar. Kemudian Telapor KWF menjanjikan kepada Pelapor, agar bisa menjadi Sub Contraktor atau Kuasa Direksi dari Pemenang Tender maka meminta uang kepada Pelapor/Korban senilai kurang lebih Rp 250 juta.
Kemudian korban menyerahkan uang tersebut kepada Terlapor KWF di Kantor Korban di Jalan Utan Kayu Raya, Jakarta Timur. Terlapor KWF menandatangani Kuitansi Penerimaan Uang.
“Korban tidak merasa curiga dan percaya kepada Terlapor, karena Terlapor adalah PNS dan mempunyai Pangkat/kedudukan Analis Kebijakan ahli muda serta pertemuan di Kantor Terlapor di Ruangan Meeting yang sangat besar,” kata Ramses.
Ternyata proyek Semarang tesebut gagal atau tidak jadi. Kemudian Terlapor KWF menawarkan proyek pengganti kepada Korban di Kementerian PUPR yakni Pembangunan SPAM Regional Benteng Kobema Kap 400 L/Detik, di Provinsi Bengkulu, dengan sumber dana APBN, dengan nilai Proyek Rp 101.036.669.449,- dan untuk menjadi Sub Contractor atau Kuasa Direksi dari Pemenang Lelang Terlapor KWF meminta uang sekitar senilai Rp2,5 miliar yang diserahkan Korban dengan cara mentransfer ke rekening Terlapor KWF secara bertahap.
“Untuk meyakinkan Pelapor/Korban agar mau menyerahkan uang, maka Terlapor KWF melaporkan posisi teratas perusahaan, peserta tender yakni PT. Cipta Crown Simbol dan Terlapor KWF membuat dan menyerahkan kepada Korban/Pelapor Akta Pembukaan Cabang, Pengangkatan Pimpinan Cabang dan Pemberian Kuasa No. 07, tanggal 10 Januari 2022 dari PT, Cipta Crown Simbol kepada Pelapor yang dibuat oleh INNOVANI DAMANIK, SH, Notaris/PPAT di Kabupaten Bekasi di Cikarang. Walaupun Korban/Pelapor tidak pernah menghadap Notaris dan menandatangani Akta tersebut,” terang Ramses.
Kemudian Terlapor KWF menyerahkan kepada Pelapor/Korban Nota Dinas Nomor : 014/n-ppk017/2022.05, tanggal 18 Mei 2022 yang diterbikan Kementerian PUPR Dirjen Bina Kontruksi yang ditandatangani oleh YM dimana dalam Nota Dinas tersebut, disebutkan Pemenang Tender adalah PT. Cipta Crown Simbol.
Berselang beberapa waktu, kemudian setelah Korban/Pelapor menanyakan kapan pengerjaan Proyek tersebut maka Terlapor KWF menyatakan bahwa proyek tersebut gagal. Kemudian Terlapor KWF menawarkan proyek lain kepada Korban/Pelapor.
“Namun ditolak oleh Korban/Pelapor dan meminta, agar uang korban dikembalikan seluruhnya dan Terlapor KWF menandatangani surat pernyataan. Pada saat jatuh tempo Terlapor KWF tidak dapat mengembalikannya,” paparnya.
Setelah dilakukan pengecekan ke Kantor Kementerian PUPR Cq Dirjen Bina Kontruksi ternyata Nota Dinas Nomor : 014/n-ppk017/2022.05, tanggal 18 Mei 2022 yang diterbikan Kementerian PUPR Dirjen Bina Kontruksi yang ditandatangani oleh YM ternyata palsu dan dalam melakukan kejahatan tersebut Terlapor KWF diduga tidak sendirian, akan tetapi melibat Oknum PNS Kementerian PUPR Dirjen Bina Marga yakni berinisial GHPK yang ditempatkan di Jalan Bebas Hambatan Bitung – Manado.
Oleh karena itu kami minta kepada yang bersangkutan dan Menteri PUPR atau Dirjen Bina Marga dan Inspektorat Jenderal untuk memerintahakan GHPK untuk kopertif dan datang, jika dipanggil oleh penyidik. Karena pada proses penyelidikan GHPK tidak datang, pada saat diundang untuk dilakukan klarifikasi.
“Hal ini sangat penting, agar perkara ini cepat terselesaikan dan terang benderang. Apalagi yang dipalsukan adalah Nota Dinas, yang diterbitkan oleh Dirjen Bina Kontruksi Kementerian PUPR dan demi terciptanya Aparatur Negara yang bersih dan berwibawa,” tuturnya.
Kami berharap selaku Korban/Pelapor menyerahkan penanganan perkara ini kepada pihak kepolisian dan tetap percaya kepada pihak kepolisian Negara RI yang berindak Prometer (Profesional, Moderen dan Terpercaya).
Kami mengaprisasi pihak kepolisian Polda Metro Jaya yang sudah berkeja dengan baik dalam penanganan perkara ini. (Amin)