Skandal Timah Belum Selesai
PORTALKRIMINAL.ID – PANGKALPINANG:
Walhi Bangka Belitung (Babel) minta Jampidsus untuk tidak main-main dan sebaliknya desak semua pihak terlibat sejak 2007 bukan pekerja, termasuk aktor intelektualnya dijadikan tersangka Skandal Timah.
“Semua pihak terlibat dalam perkara tata kelola komoditas tambang timah ilegal harus diburu dan jangan dibiarkan hilir mudik di ruang Publik, ” pinta Direktur Eksekutif Walhi Kepulauan Bangka Belitung, Ahmad Subhan Hafiz kepada Portalkriminal. Id dan Holopis. Com, Sabtu (24/2) sore.
Pernyataan Subhan ini menjawab pertanyaan soal penyidikan Skandal Timah yang telah menetapkan 13 orang, termasuk dua pekerja pada PT. Refinet Bangka Tin (RBT) pekan lalu.
Dia secara jujur mengaku gembira atas langkah Kejaksaan Agung membongkar praktik tambang illegal di IUP PT. Timah Tbk.
Namun, hendaknya upaya tersebut dilakukan sejak era Bupati Bangka Eko Maulana Ali, sekitar tahun 2000-an khususnya 2007 sampai 2022 karena praktik tambang illegal mulai masif dilakukan.
“Kami menilai kerugian negara akibat kerusakan lingkungan (ekologi) oleh IPB bisa lebih dari Rp 271 triliun, ” tuturnya sembari mencontohkan dampak sosial mulai banyaknya warga yang tewas karena bekas tambang yang lamban direklamasi dan dirampasnya hak mereka untuk hidup akibat dijadikan lahan mereka sebagai galian ambang ilegal.
Selain itu, Subhan berharap hendaknya Kejagung mengejar aktor intelektual juga bukan para pekerja (seperti dua tersangka dari PT. RBT, Red).
“Pemilik korporasi tambang ilegal harus ikut dijerat (seperti 3 tersangka dari CV. Venus Inti Perkasa, Red), ” paparnya.
Dua pekerja pada PT. RBT adalah Suparta (Dirut RBT) dan Reza Andriansyah pada Rabu (21/2).
Berbeda dengan CV. Venus Inti Perkasa (VIP) justru Pemilik (Beneficial Owner) Thamrin Tamsil bersama adikinya Tony Tamsil dan pekerjanya Achmad Albani dijadikan tersangka.
Pegiat Anti Korupsi Iqbal Daud Hutapea mendukung langkah Walhi agar semua pemilik Smelter juga RBT harus ikut bertanggung jawab.
“Jangan bebankan kepada pekerja yang hanya menjalankan perintah. Si pemberi perintah (Komisaris dan atau Pemilih Korporasi) harus ikut dijerat, ” komentarinya secara terpisah, Senin (26/2).
PEKERJA
Dari investigasi sejak Jumat sampai Minggu ditemukan dua Pengurus RBT yang dijadikan tersangka, yakni Suparta (Dirut RBT) dan Direktur Pengembangan PT. RBT) hanya pekerja bukan pemilik.
Padahal, kedua tersangka hanya menjalankan perintah dari Komisaris dan Pemilik Korporasi.
“Ya itu tadi, seperti kami sampaikan di awal semua pihak tanpa terkecuali yang terlibat harus dijadikan tersangka, ” ujar Subhan.
Dari penelusuran ditemukan sejumlah lahan bekas galian tambang ilegal sudah menjadi danau besar, seperti nampak di sekitar Pabrik PT. RBT di Kabupaten Bangka.Di sekitar itu, ada juga Pabrik PT. MSP yang dimiliki keponakan Prabowo Subianto.
Tidak nampak aktifitas warga di bekas lahan pertanian dan perkebunan tersebut.
Bekas galian dibiarkan tanpa diketahui kapan akan direklamasi.
Kegalauan yang sama dirasakan warga pesisir yang biasa menjadikan pasisir Laut Bangka tempat mencari ikan, kini terusir karena sudah dijadikan tebang timah.
“Beginilah Pak nasib kami. Mau tidak mau, kami harus mencari ikan ke tengah laut dengan sejuta ancaman di depan mata, ” keluh Toni dengan tatapan mata kosong.
Dari berbagai informasi terhimpun, RBT semula dimiliki oleh Artha Graha Network (AGN), tapi sekitar Agustus 2016 beralih ke sekelompok pengusaha.
Alasannya, AGN tidak ingin bermain di bisnis tersebut. Diduga para pengusaha tersebut berinisial RBT, HM dan lainnya melanjutkan bisnis tersebut.
Disamping itu juga, RBT dan 4 Smelter lain yang menjalankan kerjasama dengan PT. Timah hanya menampung timah hasil tambang illegal di seantero Bangka. Hasilnya dijual kepada PT. Timah.
PERSELINGKUHAN ?
Subhan menjelaskan maraknya praktik tambang ilegal sebelum ini lantaran tidak jalannya fungsi Eksekutif, Legislatif dan Yusikatif.
Tidak berjalannya fungsi ketiga lembaga tersebut karena adanya dugaan perselingkuhan dan atau apalah istilahnya menjadi sebab masyarakat Bangka Belitung (Babel), khususnya Bangka tidak berdaya.
Praktik tersebut makin masif juga didorong oleh sistem demokrasi yang memaksa para calon (Gubernur, Bupati/Walikota dan Legislatif) harus keluar duit banyak agar terpilih.
“Itu ikut menyumbang. Meski masih perlu penelitian lebih lanjut untuk membuktikan asumsi tersebut. “
Subhan dan Badarudin dan Soni (Pengurus Walhi Babel) mendesak Pemerintah, baik Pusat dan Daerah sungguh- sungguh menuntaskan tambang ilegal.
Mereka khawatir, jika tidak ada kesungguhan maka Babel yang dikenal dengan Timah-nya akan jadi kenangan dan peninggalan sejarah, khususnya masyarakat Babel.
Apalagi, tambah Soni belakangan terdengar sayup adanya perusahaan milik keluarga salah satu dari tiga Paslon Presiden dan Wapres bakal terjun dan atau meneruskan dari 5 Smelter yang dijerat Kejagung ?
“Maka sebelum semua terjadi, Pemerintah harus segera adakan moratorium (tidak memberikan IUP baru dan mengkaji IUP yang sudah diberikan, Red) agar Babel terselamatkan, ” akhiri Subhan. (ahi)