Oleh: Abdul Haris Iriawan *)
BAKAL berubah atau tidak status Taipan Robert Prihantono Bonosusatya alias Robert Bono dalam tahapan penyidikan Skandal Timah bukanlah sesuatu yang sangat mendesak.
Menjadikan dia sebagai tersangka dalam proses penyidikan Mega Skandal Korupsi atau dalam proses persidangan 16 tersangka usai ditemukan alat bukti, terutama Harvey Moeis nantinya perkara Timah diyakini tidak akan berhenti.
Mengacu kepada aneka Skandal, Asabri khususnya berlanjut kepada penetapan tersangka Edward Soeryadjaya Dkk paska Heru Hidayat Dkk dijadikan tersangka
Bahkan, berlanjut penetapan tersangka korporasi terhadap 10 perusahaan.
Hanya saja, persoalan mencari aktor intelektual Skandal Timah menjadi bias dan akan kehilangan momentum.
KURUN WAKTU
Oleh sebab itu, pertanyaan soal status Robert menjadi penting bila didasarkan kepada upaya memberantas praktik tambang timah ilegal serta Program Kementerian BUMN “Bersih Bersih BUMN. “
Dalam konteks memberantas praktik tambang timah yang kini ditaksir merugikan negara Rp 172 triliun dan bahkan bisa lebih, bila soal kurun waktu menjadi parameter.
Artinya, bila kurun waktu yang digunakan Kejaksaan Agung mulai 2015, maka penyidikan berhenti pada Robert Bono dan Harvey Moeis yang diduga Pemegang Saham PT. Refined Bangka Tin (RBT).
Tentunya, juga empat Smelter lain yang ikut bekerjasama pengelolaan bijih timah dengan PT. Timah Tbk yang belakangan diketahui 4 Smelter (CV. Venus Inti Perkasa Dll) telah dikondisikan oleh Harvey.
Dalam artian, keberadaan 5 Smelter bukan menjadi alat ukur untuk mengatakan pemberantasan tambang timah ilegal sudah berhasil dan tidak akan muncul lagi praktik serupa.
Dugaan itu menguat, karena nyaris para pengurus 4 Smelter (kecuali RBT, Red) yang ditetapkan tersangka hanya sekelas Pekerja alias “Kuli” bukan Pengambil Kebijakan.
REFINED BANGKA TIN
Bila semangat pemberantasan praktik tambang timah ilegal secara total menjadi ukuran, maka kurun waktu dugaan praktik tambang timah ilegal dibuat mundur menjadi 2007 – 2022 dari semula 2015 – 2022.
Argumentasi ini didukung oleh statement Direktur Eksekutif Walhi Babel (Bangka-Belitung) Ahmad Subhan Hafiz yang menyebutkan kerusakan lingkungan akibat tambang timah ilegal sudah terjadi sejak Era Bupati Bangka Eko Maulana Ali, sekitar tahun 2000-an, karena praktik tambang illegal mulai dilakukan oleh rakyat.
Penambang timah ilegal baru masif dilakukan ketika penambang rakyat dikoordinasi oleh korporasi yang dimiliki diduga pengusaha besar dari Jakarta. (PortalKriminal. Id. Sabtu (24/2).
Jauh dari rasa menuduh, saat itu tahun 2007 Artha Graha Network (AGN) didirikan dan bermain dalam tambang timah ?
Sampai kemudian tanpa diketahui sebabnya, AGN diambil-alih oleh Para Pengusaha di Babel diduga Robert Bono dan Harvey Moeis pada 2016.
Dua tahun kemudian diikuti kerjasama pengolahan bijih besi PT. RBT dan 4 Smelter lain yang telah dikondisikan Harvey dengan PT. Timah Tbk.
RBT diduga juga menerima hasil tambang timah ilegal. Padahal, sesuai perjanjian mereka harus beroperasi di wilayah Izin Usaha Pertambangan (IUP) PT. Timah.
Tentu, semua dilakukan karena keuntungan yang maha dahsyat kendati berakibat kerusakan lingkungan juga maha dahsyat.
Selain, kerusakan nilai sosial kemasyarakatan (budaya) dan banyaknya anak kecil menemui ajal karena terjebur dalam bekas galian tambang tambang timah yang berubah menjadi danau besar dan dibiarkan terlantar. (Wartawan Senior *)