Skandal Timah- Gugatan Pemilu Bakal Beri Kejutan Usai Lebaran?

Oleh: Abdul Haris Iriawan *)

SADAR atau tidak, direncanakan atau tidak akhir bulan Maret dan awal April 2024 ada dua perkara besar di negeri ini.

Dua perkara besar ini menarik atensi Publik lantaran akan berpengaruh ke depan dalam rangka menyongsong Indonesia Emas 2045.

Bahkan, ada segelintir orang yang peduli dengan aneka peristiwa di negeri ini berani menyebut kedua perkara itu saling menutupi, agar Publik terpecah perhatiannya.

Satu, adalah Skandal Timah yang terakhir pada Rabu (27/3) menetapkan Crazy Rich Babel Harvey Moeis sebagai tersangka ke- 16, disidik sejak awal Oktober 2023.

Satunya lagi, gugatan 2 Paslon atas hasil Pilpres 2024 di Mahkamah Konstitusi (MK) yang mulai disidangkan saat Harvey ditetapkan tersangka.

Dua perkara besar ini menguras atensi Publik, khususnya Jurnalis harus jungkir-balik dan jumpalitan lantaran harus meliput kedua perkara sekaligus.

Terakhir, pastinya ‘tokoh besar’ yang selama ini tidur pulas, mulai terasa tidak nyaman seperti orang terserang penyakit empedu ketika sayup-sayup disebut namanya menjelang tahap akhir perkara.

Tidur tidak enak, duduk tidak enak, berdiri juga tidak enak kendati berulang ber-dramaturgi, namun hasilnya nol bahkan minus.

Dramaturgi dikenal dalam ilmu Sosiologi bermakna orang bermain drama layaknya dalam sebuah sandiwara, tapi dilakukan dalam dunia nyata. Teori ini dikembangkan Erving Goffman dalam buku Presentation of Self In Everyday Life, 1959.

AKTOR INTELEKTUAL

Bila kita kategorisasi tahapan kedua perkara, maka tahapan sekarang adalah tahapan penentuan nasib Sang Bos Besar alias Aktor Intelektual.

Maka, suka tidak suka para pihak harus berani mengungkap perkara ada adanya, jika tidak ingin menanggung dosa orang lain.

Harvey Moeis, misalnya dia akan dihukum maksimal dari tuntutan mati seperti Heru Hidayat dan Benny Tjokrosaputro dalam perkara Asabri, hingga seumur hidup jika tidak mau menguak perkara timah secara total.

Istilah Jaksa perbuatan korupsi tidak mungkin dilakukan sendiri, tapi dilakukan bersama pihak lain dan atau juga atas perintah pihak lain.

Meminjam istilah Jampidsus (saat itu) Ali Mukartono untuk menggambarkan praktik korupsi itu sebagai bentuk permufakatan jahat bersama.

Belakangan muncul nama Robert Prihantono Bonosusatya. Apakah nama ini muncul dengan dengan sendirinya atau hasil penelitian jaksa. Jawabannya tidak penting.

Yang penting, apakah Robert mau membuka tabir dibalik semua praktik tambang timah ilegal yang sementara ini baru merugikan negara Rp 271 triliun.

Sejauh ini telah dilakukan pemeriksaan pada Senin (1/4) dan dilanjutkan pada Rabu (3/4).

Hasilnya ?

Hanya tim penyidik yang tahu.

Paska Lebaran, diduga nasib Robert Bono dan atau Aktor Intelektual dalam perkara ini sudah diketahui ?

Hal yang sama terjadi pada sengketa hasil Pemilu di MK yang dilakukan Anies Rasyid Baswedan- Muhaimin Iskandar dan pasangan Ganjar Pranowo -Mahfud MD.

Tahapan pertama sudah digelar dengan pemeriksaan saksi mulai Pakar, Pihak Terkait dan Menteri sejak Rabu (27/3) hingga Jumat (5/4/2024).

Nama Jokowi sebagai Presiden, Anwar Usman selaku Ketua MK (Ipar Gibran Rakabuming) disebut-sebut dalam sidang terkait dugaan meloloskan Gibran hingga mobilisasi Bansos untuk memenangkan Paslon Prabowo Subianto-Gibran.

Tahapan berikutnya, adalah pembacaan putusan paling lambat pada Senin (22/4/2024).

Sebelum tahap putusan, adalah penyampaian dokumen kesimpulan dan alat bukti yang perlu dilengkapi pada Selasa (16/4).

Tahapan ini maha penting, sebab dalam permohonannya Anies-Cak Imin minta membatalkan hasil Pilpres yang ditetapkan KPU dan Pilpres diulang dengan catatan Prabowo mengganti Cawapres, bila Pilpres diulang.

Sedangkan Ganjar- Mahfud dalam gugatannya bahkan minta Prabowo-Gibran didiskualifikasi dan minta Pilpres diulang hanya antara Anies -Cak Imin lawan Ganjar-Mahfud.

Terus?

Kita penuh harap aparat penegak hukum menjalankan tugas dan fungsinya dengan profesional. Bukan karena tekanan dan atau intimidasi agar putusannya menggambarkan duduk persoalan sebenarnya.

Publik sudah capek dipertontonkan sandiwara para Politisi yang kini saling berangkulan.

Suara yang diberikan dalam Pemilu sesuai aspirasi atau Janji para calon, justru kini di”perdagangan”kan tanpa rasa malu oleh Elit Parpol.

Ideologi diganti kepentingan sesaat.
Demokrasi diartikan duduk bersama tanpa ada kritik.

DPR bukan mewakili kepentingan Rakyat tapi Penguasa seperti 10 tahun terakhir. Dalih tidak ingin ada kegaduhan. Rakyat hanya bisa nyengir tanpa bisa berbuat apa-apa.

Kita percaya Kejaksaan Agung tidak akan mempertaruhkan Trust Publik yang nyaris 100 persen.

Untuk MK, yang sempat berada pada titik nadir saat memutus perkara persyaratan usia Cawapres, harus membuktikan bahwa dirinya dipercaya. (Wartawan Senior *)