Oleh: Aabdul Haris Iriawan *)
PUASA (Ramadhan, Red) sudah selesai, Idul Fitri 1445 H juga sudah dirayakan sebagai puncak kemenangan.
Lalu, mengapa SCC (Sigma Cipta Caraka), BTS 4 G dan PLN (Penggadaan Tower Transmisi 2016) masih terus ‘berpuasa’ ?
Sebagai Muslim, haram hukumnya masih berpuasa di Hari Raya Raya Idul Fitri. Puasa Syawal tidak wajib hukumnya, kecuali bagi Muslim yang ingin menjalankan melengkapi ibadah Ramadhan sebagai Muslim yang taat pada beberapa hari mendatang. Juga, pengganti puasa bagi Muslim yang bocor puasanya karena keadaan yang tidak terhindarkan pada Ramadhan lalu.
Narasi tersebut hanya penggambaran dan tiada maksud lain sekedar menjelaskan mengapa aneka perkara tersebut tak kunjung dituntaskan. Puasa disini diartikan tidak ada aktivitas pemeriksaan.
Sigma Cipta Caraka dimaksud adalah anak usaha PT. Graha Telkom Sigma (anak usaha PT. Telkom Indonesia, Red).
Sejak dirilis Direktur Penyidikan pada Jampidsus Kuntadi pada awal Oktober 2023 sampai kini tidak seorang pun ditetapkan tersangka.
Bahkan, sejak awal 2024 sudah tidak nampak aktivitas pemeriksaan. Padahal, kerugian negara mencapai Rp 381 miliar lebih.
Bandingkan dengan KPK, yang menangani perkara senada tapi objek berbeda, sejak disidik pada Kamis (1/12/2023) sudah enam tersangka ditetapkan.
Hal senada terjadi pada Skandal BTS 4G yang merugikan negara Rp 8 triliun, dua bulan terakhir tidak nampak aktivitas pemeriksaan, meski masih banyak individu dan korporasi yang diduga terima uang hasil tindak pidana korupsi belum dijadikan tersangka.
Memang, Kapuspenkum Ketut Sumedana sempat menepis tentang penghentian Skandal BTS di Kominfo dan sebaliknya menyatakan penyidikan masih terus berlangsung.
Kendati demikian, tiadanya lagi aktivitas pemeriksaan paska penetapan tersangka Wakil Ketua BPK Achsanul Qosasi Dkk menimbulkan tanda tanya.
Mengingat masih banyak penerima aliran uang haram tersebut belum terjamah, termasuk korporasi.
Sebut saja nama Mantan Staf Ahli Menko Perekonomian (kini, Menpora) Dito Ariotedjo yang disebut dalam BAP Tersangka Iwan Hermansyah menerima Rp 27 miliar, Direktur Pertamina Erry Sugiharto Rp 10 miliar, Nistra Yohan Rp 70 miliar dan masih banyak lagi.
Lalu, korporasi Steven Setiawan Sutrisna memberi kepada Irwan Rp 27, 5 miliar bagian dari komitmen fee atas pekerjaan paket 4 dan 5 dari subkontraktor PT. Waradana Yusa Abadi.
Seterusnya, Aryo Damar dan Alfi Asman memberikan kepada Windi Purnama (Dirut PT. Multimedia Berdikari Sejahtera) atas arahan Irwan Hermansyah dan Galumbang MS Rp 7 miliar bagian komitmen fee atas pekerjaan PT. Aplikanusa Lintasarta (anggota Konsorsium Paket 3).
Berikutnya, Bayu Erriano Affia Rp 29 atas pekerjaan pengawasan fiktif dari PT. Sarana Global Indonesia yang diterima dari Lintasarta Rp 33 miliar setelah dipotong untuk kepentingan Global.
Seterusnya, Irwan sebesar Rp 23 miliar atas pengawasan fiktif dari PT. JIG Nusantara Persada juga dari Lintasarta sebesar Rp 28 miliar setelah dipotong untuk kepentingan JIG.
SEJAK MEI 2022
Selain kedua perkara tersebut masih ada perkara Penggadaan Tower Transmisi PLN Tahun 2016, yang terus berpuasa sejak 4 Mei 2022. Kerugian negara ditaksir sebesar Rp 2, 251 triliun.
Entah, puasa apa yang dijalankan. Dalam khazanah keagamaan tidak dikenal puasa bertahun-tahun secara terus menerus selama dua tahun.
Dalam perkara ini, nyaris semua Direksi PLN era Dirut Sofyan Basir telah diperiksa termasuk penggeledahan rumah dan apartemen Direktur PT. Bukaka Teknik Utama (BTU) Saptiastuti Hapsari.
Kasubdit Korupsi dan TPPU (saat itu), Direktorat Penyidikan, Pidsus, Kejaksaan Agung Haryoko Adi Prabowo pada Jumat (17/11/2023) katakan perkara jalan terus. Hanya kendala yuridis sehingga perkara belum masuk tahap penetapan tersangka.
Pada perkara ini, sejumlah Pabrikan Tower PLN sudah diperiksa, mulai NS (PT. Wika Industri & Konstruksi), Kamis (10/11/2022) usai pemeriksaan Dirut-nya Dwi Johardian, Kamis (3/11/2022)..
Lalu, PT. Karya Logam Agung (KLA) berinisial H diperiksa, Rabu (9/11/2022) setelah diperiksa pertama kali, Jumat (4/11). Bahkan, Dirut PT. KLA juga berinisial H telah diperiksa, Rabu (2/11/2022).
Pabrikan lain, adalah Dirut PT. BTU Irsal Kamarudin bersama tiga anak buahnya, Jumat (28/10/2022).
Kemudian, Dirut PT. Berca Karunia Indonesia (BKI) Erick Purwanto, milik Murdaya Poo dan Siti Hartati Tjakra, Rabu (19/10)
Serta, Direktur PT. Gunung Steel Construction (GSG) Abednedju Giovano Warani Sangkaeng, Senin (24/10). Pertama kali, Selasa (18/10).
Dari 14 Pabrikan menyisakan 5 pabrikan belum diperiksa, yakn PT. Citramas Teknikmandiri, PT. Dutacipta Pakar Perkasa, PT. Twink Indonesia, PT. Kokoh Semesta dan PT. Duta Hita Jaya.
DIJADIKAN CONTOH
Menurut Penulis, pemandangan penanganan perkara berlarut-larut bukan sekali ini terjadi, bahkan sudah terjadi sejak penanganan kasus Bank Mandiri awal tahun 2000-an.
Kemudian, marak lagi awal 2020 saat perkara Dana Hibah Koni Pusat yang sampai kini tidak diketahui apakah sudah dihentikan atau tidak kendati 200 lebih saksi diperiksa.
Namun, diantara perkara itu ada perkara
perpanjangan pengelolaan pelabuhan yang dilakukan JICT dengan Pelindo II.l yang diambil sikap tegas.
Direktur Penyidikan (saat itu) Supardi memutuskan menghentikan penyidikan perkara (SP 3) dengan alasan kerugian negara masih berupa potential lost pada 3 September 2021.
Sikap tegas ini patut dijadikan contoh agar ada kepastian hukum dan sekaligus menutup ruang oknum-oknum nakal untuk memanfaatkan demi kepentingan pribadi.
Memang, tidak ada kewajiban untuk memberitahukan ke Publik (Pers, Red) perkara dihentikan penyidikan, tapi rasanya janggal pula bila dibandingkan saat perkara disidik yang dirilis sedemikian rupa.
Semua ini tidak menutup keberhasilan Kejaksaan membongkar aneka Skandal dari Jiwasraya, Asabri dan BTS 4G.
Meski demikian, jangan pula aneka kasus mangkrak tersebut menjadi kerikil untuk melangkah maju.
Pemberantasan korupsi harus dilakukan sungguh-sungguh, sebab terkait upaya untuk mencapai Indonesia Emas 2045.
Prabowo Subianto atau siapapun Presiden terpilih nanti masalah ini harus menjadi agenda pertama Pemerintahan 2024 – 2029.
Isu itu tidak lagi dijadikan retorika, tapi nyata dan dilakukan berkelanjutan secara konsisten.
Maka, Jaksa Agung mendatang harus menjadi prioritas Presiden Terpilih. (Wartawan Senior *)