Laporan ke KPK Keliru, Lelang Diserahkan ke PPA dan Tidak Ada Pelaksanaan Lelang Oleh Jampidsus !

Fluktuasi Harga Saham
PORTALKRIMINAL.ID -JAKARTA: Terjawab sudah kasus lelang PT. GBU. Kejaksaan Agung tegaskan lelang sepenuhnya ranah Pusat Pemulihan Aset (PPA) dan tidak ada keterkaitan dengan Jampidsus Dr. Febrie Adriansyah.

“Sesuai putusan Mahkamah Agung, 24 Agustus 2021 proses lelang saham PT. GBU seluruhnya diserahkan ke PPA. Jadi tidak ada pelaksanaan lelang oleh Pak Jampidsus. “

Penegasan tersebut disampaikan Kapuspenkum Ketut Sumedana menjawab pertanyaan wartawan soal kasus lelang PT. GBU dilaporkan oleh Koalisi Masyarakat Sipil ke KPK, Rabu (29/5).
Belum diketahui alasan kasus itu muncul kembali dan dilaporkan ke KPK.

Padahal, Kejaksaan Agung sudah menjelaskan kasus lelang dan tidak ada keterlibatan sama sekali Jampidsus menanggapi keterangan Koalisi Masyarakat Sipil dua pekan sebelumnya.

Oleh karena itu, dalam keterangannya kepada Pers, Ketut menyatakan pelaporan kasus itu (ke KPK, Red) keliru.

“Lelang diserahkan ke PPA dan (pelaksanaan lelang, Red) pelelangan diserahkan kepada Dirjen dibawah Menteri Keuangan, ” katanya dengan suara berat.

BUKIT ASAM

Ketut menjelaskan kembali kronologi lelang. Disebutkan sejak awal penyidikan PT . GBU sudah pernah diserahkan ke PT. Bukit Asam (untuk dikelola, Red).

Belakangan, Bukit Asam (BUMN) mundur karena aneka persoalan di GBU.

“Salah satunya banyak hutang, banyak gugatan. Kedua, setelah dilakukan proses penyidikan, tiba tiba ada gugatan keperdataan dari PT. Senawar Jaya.

“Dikalahkan kita. Artinya uang yang sudah diserahkan hasil lelang mau diserahkan ke Senawar Jaya, ” bebernya.

Atas putusan Pengadilan Negeri Jakarta Selatan, Kejaksaan banding ke Pengadilan Tinggi Jakarta dan dimenangkan.

Belakangan terungkap, dokumen yang digunakan Sendawar Jaya adalah palsu. Pemilik Sendawar Jaya Ismail Thomas dijadikan tersangka dan ditahan.

FLUKTUASI

Lebih lanjut, Ketut memaparkan proses lelang GBU dilakukan 3 Lembaga Appraisal.

Pertama, terkait aset atau bangunan, alat berat yang melekat di PT. GBU dengan nilai lebih Rp 9 miliar. Kemudian, ada perhitungan appraisal ke dua (saham) dengan perhitungan Rp 3,4 triliun. Dari hasil dua dilakukan proses pelelangan pertama dan tidak ada yang menawar.

“Jadi kalau dibilang ada kerugian Rp 9 triliun dimana kerugian 9 triliunnya. 3,4 triliun yang kita tawarkan tidak ada yang menawar ditambah dengan 9 miliar. Yang laku yang cuma 9 miliar. “

Oleh karena tidak ada yang menawar, masih kata Ketut dilakukan proses pelelangan kedua dengan melakukan suatu appraisal, ternyata nilainya mengalami fluktiasi karena dipengaruhi saham batubara waktu itu.

“Sehingga kita memperoleh pada saat itu nilai 1,9 triliun. Itupun kita melakukan pelelangan dengan jaminan karena di dalam GBU ada utang dari perusahaan lain kurang lebih 1 juta USD atau kurang lebih 1,1 Triliun. “

Dalan proses lelang kedua ini hanya ada satu orang yang menawar dan akhirnya, ditetapkan sebagai pemenang.

“Kenapa ini cepat kita lakukan pelelangan, perlu diketahui karena ini untuk segera dimasukan ke kas negara untuk membayar para pemegang polis dan premi, ” pungkasnya. (ahi)