Tiadanya Sikap Tegas Beleid Tapera, Paksa Ratusan Ribu Buruh Turun ke Jalan

Janji Jokowi Tak Satupun Direalisasikan
PORTALKRIMINAL.ID-JAKARTA: Puluhan ribu buruh turun ke jalan tuntut pemerintah untuk membatalkan Tapera (Tabungan Perumahan Rakyat).

“Kami akan turun ke jalan lagi, bila pemerintah tetap tidak membatalkan Tapera, ” teriak Ketua DPD FSP LEM SPSI Jabar M. Sidarta dalam orasinya di depan Kementerian Keuangan, Kamis (27/6).

Aksi unjuk rasa itu juga diikuti aliansi dari organisasi buruh lainnya. Aliansi Aksi Sejuta Buruh digelar di depan Kantor Kementerian Keuangan dan berlanjut di depan Kantor Kementerian Perdagangan.

Dia menilai sikap pemerintah yang hanya menunda pemberlakukan Tapera bukan solusi buat buruh.

“Beleid itu tidak hanya merongrong kehidupan buruh yang sudah susah, tapi juga pengusaha, ” ujarnya disambut peserta demo dengan teriakan batalkan Tapera segera.

Dalam keterangannya, Asosiasi Pengusaha Indonesia (APINDO) sebutkan PP 21/2024 tentang Tapera menambah beban bagi pelaku usaha pada kisaran 18,24% – 19,74%.
Serikat Pekerja juga menyatakan, kebijakan tersebut membebani buruh pada kisaran 15,77% – 18,73%.

Potongan Tapera sebesar 3% , terdiri 0,5% dibayar pemberi kerja dan 2,5% dibayar buruh.

TAK TEREALISIR

Muhamad Sidarta yang juga Wakil Ketua Umum FSP LEM SPSI menyatakan FSP LEM SPSI sejak 2016 menolak UU Tapera dan menagih janji kampanye Presiden Jokowi pada periode pertama yang dikenal dengan “Tri Layak” : Kerja Layak, Hidup Layak dan Upah Layak.

“Janji tersebut sampai sekarang tak satupun yang direalisasikan, ” ungkapnya kesal.

Kekesalan Sidarta lantaran pemerintah terus menggerus upah buruh dengan menerbitkan PP No. 78 Tahun 2015 tentang Pengupahan (PP 78/2015), PP 36/2021 dan UU No. 6/2023 yang melahirkan PP 51/2023.

“Kesemua peraturan itu seakan rencana yang sistematis m untuk menekan laju kenaikan upah buruh, ” bebernya.

Dia melanjutkan terbitnya peraturan perundangan tersebut menghilangkan Upah Minimum Sektoral, kemudian penetapan kenaikan Upah Minimum Kabupaten/Kota (UMK) dan Upah Minimum Provinsi (UMP) menjadi bersyarat.

Pada akhirnya, hal itu mengakibatkan kenaikan upah buruh menjadi lebih rendah dari laju inflasi.

“Kebijakan pengupahan yang ditetapkan pemerintah ini semakin memiskinkan buruh, karena kenaikan upah buruh sangat kecil jauh di bawah inflasi dan pertumbuhan ekonomi, tetapi potongan upah buruh semakin besar dan banyak jenisnya, diantaranya potongan BPJS Ketenagakerjaan (Jaminan Hari Tua, Jaminan Pensiun, Jaminan Kecelakaan Kerja, Jaminan Kematian), BPJS Kesehatan, Pajak (Pph21), Tapera dan dan kewajiban/pajak lainnya, ” pungkasnya. (ahi)

Teks Photo: Aksi unjuk rasa buruh tolak Tapera berlangsung tertib.