Selain Mantan Petinggi Polda Babel Muncul Tetian Wahyudi di Sidang Timah, Bagian Jaringan Aktor Intelektual ?

Oleh: Abdul Haris Iriawan *)

SKANDAL Tambang Timah Ilegal terus berkembang dan memunculkan fakta-fakta hukum baru sejak digelar persidangan pada akhir Juli 2024.

Diantaranya, mengemuka nama Tetian Wahyudi sebagai pemilik CV. Salsabila Utama (pengumpul bijih timah yang ditambang rakyat dari IUP PT. Timah) yang diungkap terdakwa Emil Ermindra (Direktur Keuangan PT. Timah), Kamis (26/9).
Nama Tetian yang disebut masuk dalam Daftar Pencarian Orang (DPO) nyaris tidak pernah kedengeran namanya saat dalam proses penyidikan.

Emil menyebut Tetian berprofesi wartawan yang dikenalkan oleh Dirut PT. Timah Mochtar Riza Pahlevi Tabrani yang juga menjadi bagian dari 23 tersangka Skandal Timah yang merugikan negara Rp 300 triliun lebih.

Nama ini melengkapi nama yang muncul selama persidangan, mulai Mantan Kapolda Bangka Belitung (Babel) dan Mantan Diskrimsus Polda Babel.

Lainnya, mengemuka nama perusahaan penukaran uang (money changer). Selain PT. QSE milik Helena Lim, kini berkembang PT. Dolarindo Intravalas Primatama, PT. Inti Valuta Sukses dan PT. Mekarindo Abadi.

Pertanyaan yang muncul, kenapa nama Tetian tidak pernah diungkap selama proses penyidikan dan bahkan sudah dinyatakan buron ?

Juga, belum dijadikannya perusahaan yang diduga ikut dan atau bagian dari proses pencucian uang dijadikan tersangka ?

Pertanyaan-pertanyaan ini mengusik kembali kepada penanganan perkara BTS 4G. Ada sejumlah nama perorangan dan korporasi yang diduga menerima dan menyetor uang miliaran rupiah belum juga tersentuh seiring tidak berlanjutnya penyidikan BTS ?

Sebut saja nama Direktur SDM Pertamina M. Erry Sugiharto yang diduga menerima Rp 10miliar, meski belakangan dibantahnya.

Dari sederetan nama perorangan yang menerima uang haram jadah tersebut, baru Anggota BPK Achsanul Qosasi dan Jimy Sutjiawan (Dirut PT. Sansaine Exindo) dijadikan tersangka.
Lainnya masih gelap.

Sementara korporasi malah belum terjangkau sama sekali, antara lain Steven Setiawan Sutrisna memberi kepada Irwan Hermawan Rp 27, 5 miliar bagian dari komitmen fee atas pekerjaan paket 4 dan 5 dari subkontraktor PT. Waradana Yusa Abadi.

Lalu, Aryo Damar dan Alfi Asman memberikan kepada Windi Purnama (Dirut PT. Multimedia Berdikari Sejahtera) atas Arah Irwan Hermansyah dan Galumbang MS Rp 7 miliar bagian komitmen fee atas pekerjaan PT. Aplikanusa Lintasarta (anggota Konsorsium Paket 3).

Selanjutnya, Bayu Erriano Affia Rp 29 atas pekerjaan pengawasan fiktif dari PT. Sarana Global Indonesia yang diterima dari Lintasarta Rp 33 miliar setelah dipotong untuk kepentingan Global.

AKTOR INTELEKTUAL

Jika kasak-kusuk di balik Skandal Timah mulai terungkap, maka sebaliknya dengan aktor intelektual.

Sampai dua bulan digelar Persidangan Skandal Timah masih terungkap siapa dalang di balik perkara Mega korupsi di era Jokowi ini ?

Entah takut, di bawah tekanan atau sebab lain semua saksi bungkam.
Malah siapa sesungguhnya Harvey Moeis juga masih gelap gulita.

Hanya disebut dia diminta Dirut PT. Refined Bangka Tin (RBT) Suparta untuk menjadi Perwakilan guna menjalin kerjasama dengan PT. Timah.

Selain itu, Harvey bersama Helena menerima uang Rp 420 miliar atau 30 juta dolar AS lebih sebagai jasa dari empat Smelter lain atas diikut sertakannya dalam kerjasama tersebut.

Pertanyaan mengemuka terkait identitas Harvey Moeis. Apa dia demikian sakti sehingga begitu dipercaya oleh 5 Pemilik Smelter dan Direksi PT. Timah ?

Apa tidak sebaliknya, ada pihak yang merekomendasikan sehingga semua pihak menerima Harvey tanpa reserve ?

Ingat, PT. RBT terima aliran uang Rp 4 triliun lebih dalam kerjasama dengan PT. Timah. Uang itu mengalir ke tokoh tertentu ?

Rasanya omong kosong, Harvey Moeis tampil layaknya Robin Hood. Pertama, namanya bukanlah pengusaha terkemuka dan handal di bidang bisnis tambah timah.

Dia juga tidak memiliki rekam jejak pernah memiliki perusahaan yang bergerak di bidang pelogaman bijih timah (Smelter).

Sederhananya, dalam daftar pemegang saham PT. RBT yang mengambil alih kepemilihan saham PT. Artha Graha Network pada 2016 namanya tidak tercantum ?

Sebelum ini, Kejaksaan Agung sebagai penyidik sudah mencoba menguak tentang aktor intelektualnya dengan memeriksa Pengusaha Kondang Robert Prihantono Bonosusatya sampai dua kali, namun belum membuahkan hasil.

Persidangan Skandal Timah masih berlangsung dan belum masuk agenda pemeriksaan terdakwa.

Kita penuh harap mereka mau bicara jujur, bila tidak ingin dituntut maksimal oleh Jaksa Penuntut Umum.

Sebagai catatan, Jaksa pernah mengajukan tuntutan pidana mati kepada Benny Tjokro dan Heru Hidayat dalam Skandal Asabri.

Tidak mustahil, Kejaksaan akan melakukan hal serupa jika Harvey Dkk masih membandel ?
(Wartawan Senior *)