Diancam Pidana 20 Tahun dan Denda Rp 1 M
PORTALKRIMINAL.ID -JAKARTA: Akhirnya, terungkap putusan bebas Gregorius Ronald Tanur karena faktor doku alias duit alias gratifikasi dari pengacara terdakwa.
Dugaan itu terungkap setelah mereka dijaring dalam Operasi tangkap Tangan (OTT) oleh Kejaksaan Agung di Surabaya dengan alat bukti berupa lembaran uang dan dokumen transaksi.
Ketua dan dua anggota Majelis Hakim pada Pengadilan Negeri (PN) Surabaya dan pengacara LR diduga Lisa Rahmat pun dijadikan tersangka dan ditahan !
Mereka kini bakal menjadi terdakwa seperti Ronald dengan ancaman pidana penjara minimal 4 tahun, maksimal 12 tahun.
Kejadian ini membuktikan tiada kejahatan apa pun tidak dapat disembunyikan meski dengan aneka cara. Waktu bakal menjadi saksi.
Direktur Penyidikan pada Jampidsus Dr. Abd. Qohar menyatakan mereka dijadikan tersangka karena diduga menerima gratifikasi terkait penanganan perkara tindak pidana umum di PN Surabaya atas nama Terdakwa Ronald Tannur.
“Mereka yang diamankan terdiri 3 oknum hakim berinisial ED, HH dan M di Surabaya. Satu orang lagi diamankan di Jakarta, yakni seorang pengarang inisial LR, ” ungkap Qohar dalam keterangan pers di Lobi Gedung Menara Kartika Adhyaksa, Rabu (23/10) malam.
‘Dari hasil pemeriksaan, ditemukan alat bukti yang cukup untuk menjadikan mereka sebagai tersangka, ” tambah Qohar.
Dari penelusuran, tiga oknum bersangkutan adalah Majelis Hakim Perkara Ronald Tanur, yakni ED adalah Erintuah Damanik (ketua) Mangapul dan Heru Hanindyo (masing- masing sebagai anggota).
Apesnya, ketiga oknum berjubah serba hitam itu harus menerima kenyataan ketika permohonan kasasi jaksa penuntut umum (JPU) dikabulkan oleh Mahkamah Agung (MA). Mereka dijaring OTT dan dijadikan tersangka oleh Kejagung.
Praktik busuk mereka terungkap. Mereka juga bakal mengakhiri masa tua di penjara.
Mereka juga terancam dipecat setelah Komisi Yudisial (KY) merekomendasikan setelah diperoleh cukup bukti dari pemeriksaan atas ketiga oknum hakim tersebut, beberapa waktu lalu.
Dari Laman Kepaniteraan MA pada Rabu (23/10/2024) terungkap Majelis Hakim Agung menghukum terdakwa Ronal (31) selama 5 tahun terkait perkara pembunuhan atas Dini Sera Afrianti (29).
Putusan ini sekaligus menganulir alias membatalkan putusan bebas PN Surabaya, Jatim pada Rabu (24/7).
Tuntutan JPU terhadap Ronal hukuman badan selama 12 tahun, restitusi Rp 263, 6 juta subsider 6 bulan kurungan.
Dini Sera Afrianti perempuan asal Sukabumi ditemukan tewas usai berjalan bersama kekasihnya Ronald Tannur (anak Anggota DPR dari F-OKB Edward Tannur), di salah satu tempat hiburan di Jalan Mayjen Jonosewejo, Lakarsantri, Surabaya Rabu (4/10/2023).
“Penangkapan mereka bukti tiada kejahatan yang lolos jerat hukum. Ini juga bukti kinerja ciamik Jampidsus dan Jajarannya dalam menindak lanjuti dan menjadikan mereka tersangka, ” komentari Prakitisi Hukum Erman Umar secara terpisah
PERTEGAS TERJADI TINDAK PIDANA
Didampingi Kapuspenkum Dr. Harli Siregar, Direktur Penyidikan menyatakan dari penggeledahan dan penangkapan mereka ditemukan sejumlah barang bukti yang mempertegas telah terjadinya tindak pidana korupsi.
Dia menyebut dari lokasi rumah oknum Pengacara LR di daerah Rungkut Surabaya ditemukan barang bukti, berupa uang tunai Rp1.190. 000.000, uang tunai USD 451.700 dan uang tunai SGD 717.043 dan sejumlah catatan transaksi.
Kemudian, di lokasi Apartemen oknum Pengacara LR di Tower Palem Apartemen Eksekutif Menteng, Jakarta Pusat ditemukan uang tunai dalam berbagai pecahan rupiah dan mata uang asing yang jika dikonversikan ke dalam rupiah diperkirakan sejumlah Rp2.126.000. 000.
Selain itu, ditemukan dokumen terkait dengan bukti penukaran valas dan catatan pemberian uang kepada pihak-pihak terkait dan barang bukti elektronik berupa Handphone.
Sementara di lokasi Apartemen oknum Hakim ED di Apartemen Gunawangsa Tidar, Surabaya ditemukan uang tunai Rp97.500. 000, uang tunai SGD 32.000, uang tunai Ringgit Malaysia 35.992, 25 sen dan sejumlah barang bukti eletronik.
Berikutnya, di lokasi rumah oknum Hakim ED di Perumahan BSB Mijen, Semarang, berupa uang tunai USD 6.000, uang tunai SGD 300 dan sejumlah barang bukti elektronik.
Kemudian, di lokasi Apartemen oknum Hakim HH di daerah Ketintang, Gayungan, Surabaya, yaitu uang tunai Rp104.000. 000, uang tunai USD 2.200,
uang tunai SGD 9.100, uang tunai Yen 100.000 dan sejumlah barang bukti elektronik.
“Terakhir, di Apartemen oknum Hakim M di Apartemen Gunawangsa Tidar Surabaya, berupa uang tunai Rp 21. 400.000, uang tunai USD 2.000, uang tunai SGD 32.000 dan sejumlah barang bukti elektronik, ” pungkas Qohar.
DIANCAM 20 TAHUN PENJARA
Kapuspenkum menambahkan ketiga oknum hakim alias penerima gratifikasi dijerat Pasal 12 huruf c jo. Pasal 12 B jo. Pasal 6 ayat (2) jo. Pasal 5 ayat (2) jo. Pasal 18 UU Tipikor Nomor 31/1999 Jo. Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP.
Sedangkan, pemberi suap dan atau gratifikasi yaitu LR , yakni Pasal 6 ayat (1) huruf a jo. Pasal 5 ayat (1) jo. Pasal 18 UU Tipikor Jo. Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP.
Sesuai ketentuan Pasal 12 UU Tipikor, ke-3 oknum hakim terancam dipidana minimal 4 tahun, maksimal 20 tahun dan denda minimal Rp 200 juta dan maksimal Rp 1 miliar.
Sedangkan oknum pengacara yang dijerat Pasal 6 UU Tipikor diancam pidana penjara minimal. 3 tahun, maksimal 15 tahun dan denda Rp 150 juta sampai Rp 750 juta
“Ketiga oknum hakim dijebloskan ke Rutan Kelas I Surabaya pada Kejaksaan Tinggi Jawa Timur. Sedangkan oknum Pengacara digelandang di Rutan Salemba Cabang Kejaksaan Agung, ” akhiri Harli.
Terakhir, ketiga oknum hakim telah direkomendasikan Komisi Yudisial (KY untuk dikenakan sanksi pemecatan, seperti disampaikan KY dalam rapat konsultasi Komisi III DPR, Senin (26/8/2024). (ahi)
Teks Photo: Direktur Penyidikan (ketiga dari kanan) saat menjelaskan OTT Oknum Majelis Hakim didampingi Kapuspenkum (paling kiri)