Sampai Pembacaan Putusan Harvey Moeis Pagi Ini, Aktor Intelektual Skandal Timah Tidak Tersentuh?

Oleh: Abdul Haris Iriawan *)

AKANKAH Majelis Hakim Pengadilan Tipikor pada Pengadilan Negeri (PN) Jakarta Pusat mengakomodasi tuntutan Jaksa Penuntut Umum (JPU) atau lebih ringan atau lebih berat terhadap Harvey Moeis yang disebut Perwakilan PT. RBT (Refined Bangka Tin) ?

Pagi ini sesuai rencana majelis hakim akan membacakan putusan atau vonis terhadap Harvey Moeis suami dari Selebritis Sandra Dewi.

Hingga agenda pembacaan putusan pagi ini, aktor intelektual dan orang kuat di balik sengkarut tambang timah ini tidak terungkap. Harvey dan semua Beneficial Owner 5 Smelter bungkam.

Hakim dan Jaksa sepertinya kehilangan strategi untuk mencecar Harvey Dkk sehingga aktor intelektual dan orang kuat di balik Skandal itu tidak tersentuh dan mereka bisa tidur nyenyak.

Robert Bono yang banyak disoal dalam proses penyidikan dan diduga berada di balik perkara itu tidak dihadirkan, meski sempat disebut kediamannya di Jalan Gunawarman, Jakarta Selatan disebut sebagai rumah singgah oleh Harvey atas pertanyaan hakim kenapa pemberian uang oleh Helena Lim dilakukan di Gunawarman.

Nama ini sempat diperiksa dua kali pada awal April 2024 oleh Kejaksaan Agung. Direktur Penyidikan (saat itu) Kuntadi mengatakan pemeriksaan dilakukan guna mencari tahu adakah keterlibatan dalam perkara itu

Pertanyaan di atas menjadi kunci untuk menguak lebih jauh perkara tata kelola pertambangan timah di wilayah IUP PT. Timah atau lebih tepat disebut Skandal Timah periode 2015 – 2022 lantaran kerugian negara sangat fenomenal Rp 328 triliun ?

Dikatakan kunci sebab Harvey mampu mengoordinasikan 4 Smelter lain dalam kerjasama “akal-akal” -an dengan PT. Timah Tbk yang praktiknya hanya menampung tambang timah ilegal di wilayah IUP (Izin Usaha Pertambangan) PT. Timah (BUMN).

Selain itu, mampu mengkoordinasikan para pihak dalam berbagai pertemuan yang digelar di Hotel Borobudur dan menerima aliran uang Rp 50 – 100 juta dari RBT setiap bulan.

SEJAK 2016

Hal lain yang menarik adalah keterangan Rosalina (General Manager PT. Tinindo Inter Nusa (TIN) saat menjadi saksi mahkota dua terdakwa lainnya, Suwito Gunawan dan Robert Indarto, di Pengadilan Tipikor, Jakarta, Rabu (4/12/2024).

Menjabat pertanyaan majelis, Rosalina mengaku Harvey Moeis sejak 2016 dan mengatakan Harvey memperkenalkan diri dari perusahaan RBT.

Keterangan tersebut seakan mematahkan keterangan Harvey di depan majelis bahwa dirinya terjun ke bisnis timah karena diajak oleh Suparta untuk membantunya dalam menjalin kerjasama dengan PT. Timah.

Keterangan Rosalina juga nyaris berurusan dengan informasi sebelum ini bahwa RBT yang didirikan tahun 2016 paska mengambil -alih Artha Graha Network (AGN) yang didirikan tahun 2007.

Disebut di berbagai Pemberitaan ketika itu AGN diambil-alih oleh pengusaha timah di Bangka Belitung (Babel).

Siapa mereka ?

Sampai pembacaan tuntutan Harvey Moeis para pengusaha yang mengambil- alih RBT masih gelap.

Dari berbagai informasi terungkap dalam keterangan di Ditjen AHU, Kementerian Hukum dan HAM (saat ini Kementerian Hukum, Red) pemegang saham terbesar adalah Suparta sebanyak 22. 900 lembar saham atau 73 persen.

Sisanya, dimiliki Surianto sebanyak 5. 110 lembar saham atau 17 persen senilai Rp 2, 550 miliar dan Frans Muller sebanyak 3. 000 lembar saham atau senilai Rp 1, 5 miliar.

Belum diketahui latar belakang mereka sebelum ini.

Jika mengacu keterangan Petinggi Kejaksaan Agung dan berbagai perkara yang disidik, seperti proyek pembangunan jalur kereta api Besitang- Langsa pada BTP Medan tahun 2017 -2023 dimana banyak ditemukan orang yang didudukan sebagai direktur kendati yang ditunjuk tidak mengetahui bidang tugasnya. Pinjam KTP tepatnya.

Lepas dari semua, kita hormati keterangan Harvey Moeis Dkk, Majelis Hakim dan JPU sehingga persidangan berujung pembacaan vonis pagi ini.

Berat -ringan hukuman sangat relatif, karena semua bergantung kepada keyakinan majelis atas fakta di persidangan.

Yang pasti, sering ditemukan putusan majelis lebih berat tuntutan JPU atau lebih ringan seperti putusan perkara terdakwa Heru Hidayat dan Benny Tjokrosaputro.

Kedua terdakwa Skandal Asabri justru dihukum Nol tahun meski JPU menuntut hukuman mati. Hakim beralasan kedua terdakwa sudah dihukum seumur hidup dalam Skandal Asuransi Jiwasraya. (Wartawan Senior *)