Barang Sitaan Tidak Cukup Bayar Uang Pengganti, Tersangka Korporasi Solusinya!

Oleh: Abdul Haris Iriawan *)

BILA mengacu kepada pidana tambahan terhadap terdakwa Harvey Moeis Dkk hampir dapat dipastikan pembayaran uang pengganti sebesar Rp 29 triliun tidak akan cukup meski ditambah dengan sejumlah barang sitaan terhadap 6 terdakwa dan barang sitaan milik lima smelter dalam Skandal Timah.

Pembayaran uang pengganti (atas perbuatan tindak pidana korupsi, Red) Rp 29 triliun dengan asumsi kerugian akibat kerusakan ekologis (lingkungan) Rp 271 triliun belum diakomodir pada pengadilan tingkat pertama (bisa berubah jika jaksa mengajukan upaya hukum, Red).

Dengan demikian jawaban atas pembayaran uang pengganti (dan bila kemudian upaya hukum jaksa sampai kasasi dikabulkan, Red), maka menjadikan 5 korporasi (perusahaan smelter) dan puluhan perusahaan cangkang plus tempat penukaran uang (PT. QSE Dkk) harus dijadikan tersangka.

Lebih cepat lebih baik.
Solusi ini tidak bisa dihindarkan karena ini sejalan dengan statement Jampidsus Dr. Febrie Adriansyah saat Forum Discussion Group (FGD) di Tangerang Selatan pada Rabu (25/9/2024).

Pada acara yang dibuka oleh Wakil Jaksa Agung Feri Wibisono itu Febrie minta Jajaran Pidsus (Pidana Khusus) tidak hanya mengejar subjek hukum perseorang, tapi juga korporasi guna mendapatkan pendapatan negara, sebab korporasi yang terbukti bersalah maka dihukum membayar denda.

Selain itu, menjadikan tersangka korporasi bukan hal baru bagi Kejaksaan Agung. 13 korporasi pada perkara Asuransi Jiwasraya dijadikan tersangka.

Lalu, diikuti 10 tersangka pada perkara Asabri, 6 korporasi pada perkara Impor Baja, 3 korporasi pada perkara CPO dan terakhir 5 korporasi pada perkara kegiatan perkebunan sawit oleh PT. Duta Palma Group (DPG).

KORPORASI

Dalam perkara Timah, ada 5 Smelter yang dijadikan alat untuk memperkaya diri dan atau orang lain, yakni PT. Refined Bangka Tin (RBT), CV. Venus Inti Perkasa, PT. Tinindo Inti Nusa, PT. Sariwiguna Bina Santoso dan PT. Stanindo Inti Perkasa.

Lalu, perusahaan cangkang, CV. Salsabila Utama milik Tetian Wahyudi yang mengaku wartawan dan masuk Daftar Pencarian Orang (DPO).

Berikutnya, CV. Bangka Karya Mandiri, CV. Belitung Makmur Sejahtera dan CV. Semar Jaya Perkasa terafiliasi dengan RBT.

Kemudian, CV. Bangka Jaya Abadi terafiliasi dengan PT. Stanindo Inti Perkasa dimana supir keluarga Beneficial Owner Suwito Gunawan (terdakwa) dijadikan direktur seperti terungkap di persidangan pada Jumat (1/11/2024).

Terus, CV. BPR dan CV. SMS yang diduga dibentuk Beneficiary Owner PT. Tinindo Inter Nusa Hendry Lie l, guna menampung biji timah hasil tambang ilegal di wilayah IUP PT. Timah).

Terakhir, PT. Dolarindo Intravalas Primatama, PT Inti Valuta Sukses, PT Mekarindo Abadi dan PT. Quantum Skyline Exchange yang diduga tidak melaporkan transaksi ratusan miliar dari lima smelter ke Bank Indonesia dan Pusat Pelaporan Analisis Transaksi Keuangan (PPATK).

DUA PENDEKATAN

Mengamati penanganan aneka perkara korupsi oleh Jampidsus melalui Tim Satgassus, khususnya penetapan tersangka korporasi bisa dilakukan dua pendekatan.

Kategori pertama dilakukan pada saat proses penyidikan berlangsung, seperti perkara Asuransi Jiwasraya, Asabri dan Impor Baja.

Kategori berikutnya, dilakukan paska perkara berkekuatan hukum tetap, seperti pada perkara CPO (Crude Palm Oil) dan DPG.
Namun, Jampidsus dan Jajarannya hampir pasti tidak akan terjebak kepada dua pendekatan.

Artinya, bisa saja saat proses hukum tengah berlangsung dan perkara belum dinyatakan lengkap (inkrach) penetapan tersangka dapat dilakukan, seperti Jimy Sutjiawan Dkk dalam Skandal BTS 4 G.

Hanya saja, penetapan tersangka ini dilakukan terhadap subjek hukum perseorangan bukan korporasi.

Saya yakin dan percaya Jampidsus akan melakukan yang terbaik sesuai komitmen di aneka kesempatan untuk memiskinkan koruptor.

Korupsi termasuk kejahatan luar biasa, seperti halnya pidana terorisme. Presiden Prabowo Subianto juga memberikan atensi terhadap pemberantasan korupsi.

Artinya, kenapa harus menunggu perkara inkrach, bila penetapan tersangka korporasi bisa dilakukan sekarang ! (Wartawan Senior *)