Ulur-ulur Tetapkan Tersangka Kasus Pagar Bambu di Laut, LP3HI Gugat KKP

Pagar Bambu Matikan Priok Nelayan
PORTALKRIMINAL.ID- JAKARTA: Sikap Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP) ulur-ulur waktu tetapkan tersangka menjadi sebab Lembaga Pengawasan dan Pengawalan Penegakan Hukum Indonesia ( LP3HI ) gugat ke PN. Jakarta Pusat, Senin (20/1/2025).

“Kenapa harus menunggu waktu 20 hari menunggu terduga pelaku muncul memberikan pengakuan. Padahal, semua jelas fakta hukumnya, ” kata Kuasa Hukum LP3HI Boyamin Saiman mengutip pernyataan KKP, Senin malam.

Lagi-lagi, sikap KKP semacam itu, sambung Boyamin berakibat alat bukti menjadi kabur lantaran pagar bambu di laut dibongkar oleh pihak lain.

“Meski tindakan pembongkaran pagar bambu di luar didukung masyarakat dan itu yang dikehendaki agar nelayan ikan kembali dapat menyambung hidup. “

Menurut Boyamin, tindakan KKP yng tidak segera tetapkan tersangka adalah bentuk penghentian penyidikan.

“Inilah yang menjadi dasar LP3HI ajukan gugatan (praperadilan) dan didaftarkan pada Senin di PN. Jakarta Selatan, nomor 01/ Pid. Prap / 2025 / PN . Jkt. Pst, ” pungkas Boyamin.

PRIOK NELAYAN

Kasus pagar bambu di laut ini terkesan tidak ada keseriusan KKP.

Padahal, nyata-nyata kehidupan nelayan sangat terganggu, bila tidak ingin dikatakan priok nasinya tidak berasap lagi.

“Ini masalah sangat sederhana, bila memang ada Political Will. Dus wajar kalau dipertanyakan dan digugat karena memang tidak serius, ” komentari Ketua Tim Advokasi Patriot Indonesia (TAPI) Iqbal D. Hutapea, Selasa. (21/1).

Hal lain yang sepertinya menjadi pemandangan umum, bila menyangkut nasib orang Kecil sepertinya lamban ditanggapi.

“Jadi wajar ada adagium No Viral, No Justice, ” akhirinya.

POKOK PERKARA

Sekitar Januari 2025, Publik dihebohkan dengan adanya pagar laut misterius yang membentang sepanjang kurang lebih 30 km, yang merupakan wilayah administratif dari 16 desa di 6 kecamatan (Kronjo, Kemiri, Mauk, Sukadiri, Paku Haji dan Teluk Naga) yang memiliki wilayah meliputi perairan laut di Kabupaten Tangerang.

Berdasarkan pemberitaan, pembangunan pagar laut tersebut telah diketahui oleh Pemkab Tangerang sejak September 2024 dan juga telah dilakukan rapat dengan Dinas Kelautan dan Perikanan serta telah dilaporkan kepada Termohon.

Artinya, pada sekitar September 2024 tersebut, patut diduga Termohon (KKP) telah mengetahui adanya pelanggaran hukum berkaitan dengan pembangunan pagar laut.

Termohon telah mengetahui adanya pembangunan pagar laut tersebut saat progress pembangunan baru mencapai sekitar 10 km, namun tidak melakukan tindakan apapun.

Pembangunan pagar laut tersebut telah merugikan nelayan, karena membuat mereka harus berlayar memutar untuk mencari nafkah dari menangkap ikan di laut dan berada di Zona Perikanan Tangkap dan Zona Pengelolaan Energi yang diatur Peraturan Daerah Rencana Tata Ruang DKP Provinsi Banten Nomor 2 Tahun 2023.

Di kemudian hari, diketahui proyek itu tidak dibekali dengan ijin penggunaan ruang laut.

Berdasarkan UU nomor 32/ 2014 tentang Kelautan, pada pasal 73 ayat (1) disebutkan setiap orang dilarang melakukan kegiatan yang mengakibatkan perubahan terhadap garis pantai dan ekosistem pesisir tanpa izin dari pemerintah.

Lalu, pada pasal 75 ayat (1) menyatakan bahwa setiap orang yang melakukan kegiatan pemanfaatan ruang di wilayah pesisir dan pulau-pulau kecil tanpa izin lokasi atau izin pengelolaan dapat dikenakan sanksi pidana.

Sanksi Pidana yang dapat dikenakan berupa pidana penjara paling lama 3 tahun dan Denda paling banyak Rp 500 juta.

Termohon semestinya juga bisa menjerat pelaku pembangunan pagar laut, termasuk apabila pelaku pembangunan pagar laut yang merusak lingkungan hidup tersebut dilakukan oleh korporasi dengan UU No. 32/ 2009 tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup.

Dimana Termohon dapat memberlakukan pasal 98 dengan ancaman pidana penjara maksimal 10 tahun atau denda maksimal Rp 10 Miliar.

Pada tanggal 9 Januari 2025, Termohon melakukan penyegelan pagar laut tersebut dan melakukan serangkaian tindakan dalam rangka penyidikan, antara lain pemanggilan saksi-saksi dan pengumpulan alat bukti lain.

Penyegelan dimaksud merupakan tindakan penyidik untuk mengamankan barang bukti, agar tidak hilang atau berubah atau dapat menyulitkan penyidikan suatu tindak pidana.(ahi)