Penyidik Tunggal Tindak Pidana Umum
PORTALKRIMINAL.ID -JAKARTA: Upaya mencabut kewenangan Kejaksaan untuk penyidikan selain karena “ego sektoral ” juga muncul dari mantan narapidana perkara korupsi berlatar belakang Politis dan Korporasi.
“Jadi adanya gagasan menghilangkan fungsi penyidikan Kejaksaan bukan hal baru yang muncul di tengah-tengah isu dan diskursus pembaharuan KUHAP, ” kata Guru Besar Fakultas Hukum Universitas Hasanuddin Makassar Prof. Dr. Amir Ilyas, SH. MH dalam tulisannya yang dikutip Portalkriminal, Rabu (29/1/2025).
Gagasan menghilangkan atau mencabut kewenangan penyidikan pada Kejaksaan berjalan kencang seiring pembaharuan Kitab Undang Undang Acara Pidana (UU No. 8/1981) mengikuti UU KUHP No. 1/2023 yang diberlakukan pada 2 Januari 2026 mendatang.
Gagasan ini tentunya, selain mengusik institusi Kejaksaan juga akan mendebarkan jantung KPK yang jangan – jangan akan akan dibubarkan pasca revisi KUHAP.
Profesor yang banyak menerbitkan artikel (untuk membedakan profesor sekedar memperoleh melalui legalitas formal, Red) mengungkap 3 tahun paska lahirnya UU No. 16/2004 tentang Kejaksaan (Perubahan terakhir UU No. 11/2021), Subarda Midjaja, seorang purnawirawan TNI AD mengajukan uji materil di Mahkamah Konstitusi (MK) atas Pasal 30 huruf d UU Kejaksaan.
MK lalu menyatakan permohonan tidak dapat diterima, karena Pemohon tidak memiliki legal standing.
Subarda, Mantan Dirut PT. Asabri pernah dijadikan tersangka bersama Henry Leo dalam perkara korupsi dana Asabri sebesar Rp 400 miliar lebih oleh Timtas Tipikor era Jampidsus Hendarman Supanji masa Pemerintahan SBY.
“Namun berdasarkan Putusan MK No. 28/PUU-V/2007 tersebut. MK sudah mulai membuka “titik terang” jikalau konstitusi pun tidak pernah menyatakan fungsi penyidikan hanya menjadi “wewenang tunggal” Kepolisian. Pasal 30 ayat 5 UUD NRI 1945 dan Pasal 14 UU Kepolisian menjadi rujukan MK, ” ujarnya.
LAHIR DARI UU KEPOLISIAN
Ketentuan di Konstitusi menyatakan Susunan dan Kedudukan TNI, Kepolisian di dalam menjalankan tugasnya, syarat-syarat keikutsertaan warga negara dalam usaha pertahanan dan keamanan negara serta hal-hal yang terkait dengan pertahanan dan keamanan diatur dengan undang-undang.
Kemudian berdasarkan Pasal 14 Kepolisian, ditegaskan: “dalam melaksanakan tugas pokok sebagaimana dimaksud dalam Pasal 13, Kepolisian Negara Republik Indonesia bertugas:.. g. melakukan penyelidikan dan penyidikan terhadap semua tindak pidana sesuai dengan hukum acara pidana dan peraturan perundang- undangan lainnya.
“Kewenangan penyidik tunggal dalam konteks itu dimaknai bukan lahir dari UUD 1945, tetapi melalui UU Kepolisian. “
“Kemudian, dengan berdasarkan Pasal 24 ayat 3 UUD 1945 sebagai cantolan institusi kejaksaan, “badan-badan lain yang fungsinya berkaitan dengan kekuasaan kehakiman diatur dalam undang-undang, ” tambah Sang Profesor.
Dia juga menjelaskan dengan memberikan “kewenangan penyidikan untuk tindak pidana tertentu” bagi Kejaksaan tidak akan menggangu prinsip “diferensiasi fungsional, check and balance, dan sharing power” dalam KUHAP.
MISI BERSAMA
Pada akhir tulisannya, dia minta diskursus soal siapa yang paling berwenang dalam fungsi-fungsi penyidikan dimaksud tidak perlu lagi diperpanjang perdebatannya.
Ada baiknya, sekarang berkonsentrasi pada misi bersama, menegakkan hukum di atas kepentingan dan kebutuhan masyarakat.
“Kita harus menyadari lahirnya UU KPK dan UU Tipikor, bukan karena hendak membubarkan institusi lain (seperti Kepolisian), tetapi demi mengukuhkan semangat reformasi dalam pencegahan korupsi, agar pembangunan ekonomi dan kesejahteraan rakyat terjamin, untuk penghidupan yang layak. “
“Bersama-sama kita memberantas korupsi, adalah kata yang tepat untuk itu. Tidak saling menegasikan satu sama lain. Harus disadari, hukum berjalan tertatih-tatih di belakang kenyataan, bukan sekadar pameo indah dalam ruang-ruang kuliah saja, ” pintanya.
Modus operandi kejahatan kini berkembang searah dengan kemajuan tekhnologi dan informasi.
Hal itu tentunya menjadi tujuan sosiologis atas “pemencaran” kewenangan penyidikan untuk tindak pidana tertentu, tidak hanya dalam domain kepolisian.
KHUSUS TINDAK PIDANA UMUM
Pembaruan KUHAP untuk mensegerakan penyidikan tunggal bagi Kepolisian, tidak ada yang salah. Dengan catatan kewenangan tunggal dimaksud, hanya untuk tindak pidana umum.
Diantara Kepolisian dan Kejaksaan, jelaslah berlaku prinsip diferensiasi fungsional dan sharing power, check and balance, serta pengawasan secara horizontal.
“Kewenangan penyidikan pada Kejaksaan, KPK, dan PPNS lainnya selama fungsi koordinatif berjalan satu sama lain, beriringan. Tidak akan mengganggu sistem penegakan hukum pidana.”
Penegak hukum pun tidak kebal hukum. Polisi, jaksa, pengacara, hakim, kesemuanya sama dalam perlakuan, equity diantara mereka.
Praktik sudah menunjukkan, korupsi sudah banyak mengantarkannya di depan meja hijau, pengadilan.
Hal yang pasti, pengawasan atas kewenangan penyidikan, penyidikan tindak pidana umum, penyidikan tindak pidana tertentu, tidak hanya datang dari sesama penegak hukum.
“Prayudisial, praperadilan saat ini menjadi bahan pertimbangan, bagi polisi, Jaksa, KPK, jangan asal dalam menjalankan fungsi penyidikan, lalu dengan gegabah menetapkan seseorang dalam status tersangka, ” ingatkan Profesor kepada aparat penegak hukum (APH).(ahi)