Tidak Ada Abrasi, Surat Garap Dibuat Tahun Mundur
PORTALKRIMINAL.ID -JAKARTA: MAKI laporkan praktik koruptif pada penerbitan SHGB dan SHM di Laut Tangerang, Banten, namun penerbitan Sprinlid atas kasus tersebut oleh Kejaksaan Agung masih belum terjawab.
Koordinator MAKI Boyamin Saiman yang dalam laporan ini berpraktik sebagai Partikelir Swasta hanya diterima bagian penerima aduan masyarakat pada Jampidsus bukan pejabat pejabat yang menerbitkan Sprinlid (Surat Perintah Penyelidikan).
“Saya sudah sampaikan laporkan pada bagian pengadilan di Jampidsus (ranah Kasubdit Dumas, Red), ” katanya, Kamis (30/1).
Sprinlid terkait penerbitan SHGB dan SHM yang diterbitkan pada Selasa (21/1) terungkap dari surat yang dikirimkan kepada Kades Kohod untuk permintaan keterangan pada Rabu (22/1).
Surat panggilan itu bahkan sempat viral di Medsos dan diapresiasi netizen seraya berharap kasus itu dapat ditingkatkan ke penyidikan agar semua aktor dibalik penerbitan surat itu dijadikan tersangka dan tidak hanya menjerat aktor lapangan.
Sementara itu Kapuspenkum Dr. Harli Siregar mengatakan laporan tersebut akan dipelajari, ditelaah sehingga diketahui esensi laporan yang bersangkutan, ” jawabnya atas pertanyaan wartawan.
Sejak mencuatnya kasus ini, langkah yang diambil Kementerian Kelautan dan Perikanan baru pemeriksaan para pihak yang bila terbukti berujung pada pengenaan denda Rp 18 juta per-Km.
Serta, pembongkaran Pagar Laut sepanjang 30, 16 Km oleh Pasukan Marinir, TNI AL tindak lanjut perintah Presiden untuk membongkar pagar laut agar nelayan dapat kembali berlayar guna mencari ikan.
Terakhir, Menteri ATR/Kepala BPN Nusron Wahid copot 8 Pejabat BPN Kabupaten Tangerang, termasuk kepalanya inisial JS (saat penerbitan SHGB dsn SHM), Mantab Kasi Penetapan Hak dan Pendaftaran SH, Eks. Kasi Survei dan Pemetaan ET, Ketua Panitia A yakni WS, Ketua Panitia A YS.
Lalu, Panitia A inisial NS, Eks. Kepala Survei dan Pemetaan LM dan terakhir Eks. Plt Kasi Penetapan Hak dan Pendaftaran KA.
TERUS DISUARAKAN
Dari berbagai keterangan yang dihimpun diyakini Kejagung sudah menerbitkan Sprinlid atas penerbitan SHGB dan SHM Laut di Kabupaten Tangerang.
“Seperti saya sampaikan sehari sebelumnya. Yang namanya penyelidikan itu bersifat tertutup dan tidak untuk konsumsi Publik karena dikhawatirkan bakal menganggu kerja tim, ” aku sebuah sumber.
Dari pengalaman meliput di Kejagung, saya tidak pernah menemukan kasus dalam tahap penyelidikan dirilis dan para pihak selalu menolak berkomentar.
Apalagi, dalam kasus ini patut diduga akan menjangkau Penguasa saat itu dan Taipan yang dikenal memiliki pengaruh besar nyaris di semua lini.
Pegiat Anti Korupsi Iqbal D. Hutapea sepaham penyelidikan sebuah kasus itu bersifat tertutup.
“Sekarang, bagaimana kita membantu dengan memberi data, seperti yang dilakukan Pak Boyamin agar kasus itu segera ditingkatkan ke penyidikan, ” pintanya.
PIALANG TANAH
Dalam laporannya ke Kejagung, Boyamin memuat sejumlah data berupa keterangan para saksi di Desa Tanjung Burung, Desa Pangkalan dan Desa Teluk Naga.
Disamping itu disertakan dokumen akat jual beli hak milik adat berdasar buku C, Desa Tanjung Burung sebagai bukti.
Kepada Portalkriminal. Id , dijelaskan Boyamin sebelum ramai pagar laut hingga munculnya bukti kepemilikan lahan yang kondisinya laut, di kawasan pesisir utara Kabupaten Tangerang pernah ramai fenomena ‘jual air’ dan ‘sulap’ hak garap. Fenomena itu terjadi pada kurun 2012 – 2022.
Hak garap yang dimaksud merujuk pada kepemilikan atas lahan-lahan timbul akibat sedimentasi di kawasan pesisir utara Kabupaten Tangerang yang diterbitkan kepala desa setempat dengan titi mangsa 1980-2000.
“Celakanya, seiring waktu, tingkat kepentingan terhadap kepemilikan hak garap atas tanah timbul menjadi semakin tinggi. “
Hal tersebut diduga akibat tersiarnya rencana reklamasi di kawasan pesisir utara Kabupaten Tangerang seperti termaktub dalam Perda 13 Tahun 2011 tentang Rencana Tata Ruang Wilayah Kabupaten Tangerang yang di kemudian hari rencana reklamasi tersebut ternyata dimoratorium.
Kutip keterangan pemilik hak garap tanah timbul di Desa Tanjung Burung terungkap pada kurun 2011-an di wilayah Utara Kabupaten Tangerang para pialang tanah sudah berkeliaran membeli lembaran-lembaran hak garap.
” Pada saat pembuatan surat (hak garap) tanah timbul tahun 83-84 sampai 2000 itu sudah jadi daratan. Dibuatkan hak garap. Dijadikan tambak dan empang.
Tapi begitu ganti lurah, tetap dikeluarkan hak garap tapi kondisinya masih air (laut) sampai sekarang. “
TIDAK ADA ABRASI
Masih mengutip keterangan warga Desa
Tanjung Burung, menurut Boyamin warga yang diketahui berinisial IB menepis di di wilayahnya terjadi abrasi. Justru wilayah Tanjung Burung, Tanjung Pasir yang ada di Kecamatan Teluk Naga dan Desa Kohod yang ada di Pakuhaji yang terjadi adalah sedimentasi.
“Jika melihat kondisi geografis, ketiga wilayah tersebut berada di Muara Sungai Cisadane. Sebenarnya nambah (sedimentasi). Gak ada abrasi itu, ” tegasnya.
Perkuat argumentasinya, kata Boyamin yang terjadi sebenarnya nambah. “Bohong itu. Dari Tanjung Pasir, Tanjung Burung, Kohod, itu tak ada namanya abrasi. Malah nambah. “
Makanya orang berlomba-lomba bikin surat garapan, hanya kertas segel. Makanya dulu sempat booming terutama di Tanjung Burung, (soal) jual laut atau perbatasan tanah (darat) itu di Pulau Bokor.
“Gitu saya mah gak kaget dengan adanya pemagaran laut. “
Ditambahkan Boyamin, dari keterangan
IB diketahui pada awal penerbitan surat garap untuk tanah timbul akibat sedimentasi diprioritaskan untuk warga miskin. Dimana setiap warga peroleh satu surat garapan dengan luas garapan mencapai 5 hektar.
Namun, belakangan, hak garap justru diberikan kepada keluarga dan kroni-kroni pemilik otoritas yang menerbitkan hak garap.
Bahkan, kadang karena kedekatan dengan pemilik otoritas, ada satu warga bisa memiliki 2-5 surat garapan.
“Pada tahun 2011-an, para broker-broker tanah mulai muncul di wilayah pesisir utara Kabupaten Tangerang dengan membeli setiap satu lembar surat garapan sebesar Rp 2-5 juta. “
Kemunculan para broker ini berdampak pada tumpang tindih kepemilikan surat garapan. Sehingga tak jarang setiap terjadi pergantian kepala desa, maka kepemilikan atas tanah garapan pun berubah.
“Setiap pergantian kepala desa pasti dianulir (hak garapan). Yang belum dijual dicari petanya, dibuatkan lah (surat garapan) atas nama orang lain.
Akhirnya pembuat yang lama ketutup. Karena yang berlaku (surat garapan) pemerintah desa yang sekarang. “
TAHUN MUNDUR
Masih mengutip keterangan IB, Boyamin ungkap praktik pembuatan surat garap dengan tahun mundur yang berakibat
Kantor Pos di wilayahnya ‘diserbu’ warga yang mencari surat segel tahun 1980, 1990 dan 2000.
“Dulu mah jujur aja, di Kantor Pos Teluk Naga, Kantor Pos Tangerang gak dapat. Karena udah keabisan. Banyak yang nyari ke Kantor Pos Jakarta, ” kutip Boyamin seraya mengakhiri percakapan.(ahi)