Oleh: Abdul Haris Iriawan *)
MENKEU kebobolan ?
Rasanya kata itu patut bila dikaitkan dengan Isa Rachmatarwata yang Jumat (8/2) ditetapkan tersangka perkara dugaan tindak korupsi pada PT. Asuransi Jiwasraya (AJS).
Patut itu lantaran akibat perbuatannya berakibat negara dirugikan sampai Rp 16, 8 triliun ?
Dosa Isa terkait dengan penerbitan surat yang membuat AJS memasarkan produk JS Saving.
Padahal, nyata-nyata AJS dalam keadaan insolvensi (kondisi ketika seseorang atau perusahaan tidak bisa membayar utang atau kewajiban keuangannya tepat waktu).
Surat dimaksud, adalah Surat Kepala Biro Perasuransian Bapepam-LK Nomor: S.10214/BL/2009 tanggal 23 November 2009 tentang Pencatatan Produk Asuransi Baru Super Jiwasraya Plan.
Lalu, Surat Kepala Biro Perasuransian Bapepam-LK Nomor: S.1684/MK/10/ 2009 tanggal 23 November 2009 tentang Pencatatan Perjanjian Kerjasama Pemasaran Produk Super Jiwasraya dengan PT. ANZ Panin Bank.
Pernyataan AJS dalam keadaan insolvent (kategori tidak sehat) juga sudah disampaikan Menteri BUMN pada Maret 2009 (saat itu dijabat Sofyan Djalil pada Era Pemerintahan SBY, Red).
Dimana pada posisi tanggal 31 Desember 2008 terdapat kekurangan penghitungan dan pencadangan kewajiban Perusahaan kepada pemegang polis sebesar Rp5,7 triliun.
UNTUNG MASIH ADA KEJAKSAAN
Memang, dari penyidikan AJS Jilid I yang dimulai akhir Desember 2019 dari enam tersangka yang ditetapkan tidak terdapat nama Isa.
Juga, pada AJS Jilid II dimana Kejaksaan Agung kembali tetapkan tersangka baru sebanyak 13 Korporasi dan satu atas nama Fakhri Hilmi selaku Pejabat Otoritas Jasa Keuangan (OJK).
Nama Isa, Lulusan Matematika di ITB Bandung ini tidak terdapat daftar tersangka.
Bisa jadi karena belum terendus perbuatannya oleh Inspektorat Jenderal pada Kementerian Keuangan, karir pria yang dilahirkan 59 tahun lalu berjalan mulus tanpa hambatan.
Paska Bapepam-LK berubah menjadi OJK.
Isa diperbantukan pada Badan Kebijakan Fiskal, 2013 hingga dipercaya sebagai Staf Ahli (Eselon I) Menkeu Chatib Basri (waktu itu) di bidang Kebijakan dan Regulasi Jasa Keuangan dan Pasar Modal, November 2013.
Tidak berhenti disitu, pria jebolan paska sarjana pada Pascasarjana di University of Waterloo, Kanada tahun 1994 kemudian ditunjuk sebagai Dirjen Kekayaan Negara, 3 Juli 2017. Empat tahun kemudiaan dipercaya sebagai Dirjen Anggaran, pada 12 Maret 2021.
Untung masih ada Kejaksaan, praktik bisa diendus dan Isa dijadikan tersangka melalui Sprindik pada 7 Februari dan dia pun dijebloskan ke Rutan Salemba Cabang Kejagung.
Ancaman seumur hidup dan atau paling lama 20 tahun akan dijalaninya, jika tuntutan jaksa atas Pasal 2 Ayat (1) dan Pasal 3 Jo. Pasal 18 UU Tipikor dapat dibuktikan di pengadilan.
JARINGAN ?
Pertanyaan kemudian, apakah sejauh ini tidak pernah dilakukan pengawasan melekat (Waskat) pada satuan kerjanya dan lebih luas oleh Inspektorat Jenderal Kemenkeu dan DPR, khususnya komisi yang membidangi masalah tersebut ?
Tidaklah berlebihan jika disebut kebobolan berantai yang pada akhirnya orang semacam Isa bisa dipercaya sederetan jabatan eselon satu.
Hal ini menjadi pembeda saat Orde Baru berkuasa. Semua pejabat yang menduduki jabatan penting harus di-Litsus (penelitian khusus) hingga keluarga dan lingkungannya.
Pola ini kemudian dihilangkan saat memasuki Orde Reformasi 1999 dengan dalih melanggar hak asasi manusia.
Sudah jamak terdengar, praktik orang bermasalah bisa mulus karirnya, kecuali di institusi TNI karena banyak sebab, mulai praktik uang hingga jaringan meski harus dibuktikan melalui penelitian yang independen dan mandiri sifatnya guna menyatakan bahwa itu benar adanya.
Pada akhirnya, mereka saling melindungi dan saling menutupi kesalahan satu dengan lain tanpa merasa berdosa kendati mereka telah disumpah dengan kitab suci, saat dilantik sebagai pejabat.
Suka tidak suka, harus ada pertanggung jawaban atas Isa mulai dari Bapepam-LK hingga jabatan terakhir di Kementerian Keuangan.
Pertanggung jawaban dimaksud, bisa dilakukan pemeriksaan internal dan bila ada indikasi pidana seret ke pengadilan.
Modus semacam Isa ini hanya bisa dihilangkan, jika ada sikap tegas dari Presiden untuk menyingkirkan benalu-benalu yang akan merusak kepercayaan publik.
Prabowo Subianto yang dipercaya Publik untuk memimpin negara 5 tahun ke depan, saya yakin bisa memperbaiki melalui seleksi CPNS dan para pejabat yang akan dipromosi dilakukan secara ketat oleh pihak yang memiliki latar belakang dipercaya.
Jangan biarkan negara terus dirongrong oleh pejabat yang berkualifikasi memperkaya diri sendiri dan jaringannya.
Rakyat sudah lama merindukan negara yang bersih dan pejabat yang mengayomi. (Wartawan Senior)