PORTALKRIMINAL.ID-JAKARTA: Ungkap aliran uang suap alias gratifikasi Skandal Kereta Api Besitang -Langsa Rp 1, 147 triliun, Kasi Prasarana Balai Teknik Perkeretaapian (BTP) Medan diperiksa.
DG inisialnya yang menjabat pada 2015 diketahui juga sebagai Pejabat Pembuat Komitmen (PPK) Wilayah Sumut NTP Medan tahun 2015.
Dugaan aliran uang Rp 1, 157 triliun dari nilai proyek Rp 1, 3 terungkap dari dakwaan Jaksa Penuntut Umum pada Rabu (17/7/2024) yang mengacu kepada Audit Investigasi BPKP, 13 Mei 2024.
Kapuspenkum Dr. Harli Siregar hanya mengatakan pemeriksaan DG guna memperkuat pembuktian dan melengkapi pemberkasan.
“Semua dimaksudkan untuk membuat terang tindak pidana (cari tersangka baru, Red), ” katanya, Selasa (18/2) malam.
Sejauh ini, baru satu tersangka ditetapkan dalam Skandal Kereta Api Jilid II atas nama Prasetyo Boeditjahjono selaku Mantan Dirjen Perkeretaapian di Kementerian Perhubungan dan 8 tersangka (proses di persidangan) Jilid I.
Namun, sampai kini para pihak yang memberi suap (korporasi) dan penerima suap lainnya belum tersentuh.
Padahal, jelas- jelas kerugian negara Rp 1, 157 triliun tidak akan mungkin dibebankan kepada 9 tersangka notabene hanya pekerja yang terima gaji.
Sehari sebelumnya, diperiksa MY (Kasi Prasarana BTP Medan 2016/PPK Wilayah Sumut BPT Medan Tahun 2016.
TIDAK BERHENTI
Sebuah sumber yang ditemui, Rabu (19/2) coba meyakinkan Portalkriminal. Id bahwa penyidikan tidak berhenti pada tersangka Prasetyo Boeditjahjono.
“Apa yang disampaikan JPU pada persidangan 7 tersangka pada Rabu (17/ 7/2024) adalah hasil penyidikan yang kita lakukan, ” ujarnya.
Dia mengatakan tim sudah tahu siapa saja yang menerima, termasuk 9 Korporasi pemenang lelang “abal-abal: Proyek Pembangunan Jalur Kereta Api Besitang-Langsa.
“Seperti perkara kelapa sawit oleh PT. Duta Palma Group dan CFO yang terus diikuti penetapan tersangka baru, termasuk korporasi meski perkara pokok sudah terbukti bersalah. Saya percaya perkara ini juga demikian, ” pungkasnya.
ALIRAN UANG HARAM
Seperti disampaikan JPU, Kepala BTP Sumbagut (2016-2017) Nur Setiawan Sidik (tersangka Jilid I) mengumpulkan uang melalui Akhmad Afif dari para vendor pemenang paket BSL-1 sampai paket BSL-11.
Akhmad Afif Setiawan adalah PPK wilayah I BTP Sumut (2017-2019) dan telah dijadikan tersangka Jilid I.
Uang itu kemudian dipakai untuk membayar surveyor/konsultan atas nama Cut Linda sebesar Rp 675 juta dan kepada Arista Gunawan Rp 400 juta.
Kecuali Cut Linda, maka Arita juga sudah menjadi tersangka Jilid I selalu team leader tenaga ahli sekaligus Direktur PT. Dardella Yasa Guna.
Freddy Gondowardojo melalui Zafri Zam-Zam memberi tiga kali uang kepada Rieki Meidi Yuwana Rp 300 juta, Rp 48,5 juta, dan Rp 36,6 juta. Juga fasilitas makan dan akomodasi karena telah memenangkan perusahaannya di paket BSL-1.
Seperti Arista, maka Freedy juga telah dijadikan tersangka Jilid I selalu pemilik manfaat PT.Tiga Putra Mandiri Jaya dan PT.Mitra Kerja Prasarana, tapi perusahaan mereka belum dijadikan tersangka.
Lalu, Freddy memberikan dua unit mobil Toyota Innova dan sepeda motor trail kepada BTP Medan sebagai kendaraan operasional. Tapi satu unit dijual Akhmad Afif senilai Rp 250 juta pada 2020.
Freddy juga memberi uang kepada Hakim Hartono beberapa kali. Tahun 2019 sebesar Rp 100 juta dan Rp 50 juta, tahun 2020 sebesar Rp 302.196.100 dan Rp 218,3 juta.
Lalu, melalui transfer via rekening Andri Fitra Rp 50 juta, Rp 150 juta, Rp 20 juta, dan Rp 15 juta; transfer via rekening Haira Yasmin Rp 100 juta.
Sia Anderson Idrus dari PT Sejahtera Intercon selaku pelaksana paket BSL-2 memberikan Rp 2,5 miliar kepada Akhmad Afif Setiawan. Akhmad Afif kembali menerima uang secara bertahap, kali ini dari Sudaryanto perwakilan PT.Calista Perkasa Mulia pelaksana paket BSL-3. Uang Rp 1,5 miliar adalah nilai dari 1 persen hingga 3 persen dari nilai pembayaran.
M. Yogi Firmansyah dari PT Karya Putra Yasa pelaksana BSL-4, memberikan uang kepada Akhmad Afif melalui Nur Hidayat sebesar Rp 17 miliar. Yogi melalui Nur Hidayat juga memberikan uang kepada Halim Hartono sejumlah Rp 425 juta.
Andreas Kertopati Handoko dari PT.Wahana Tunggal Jaya pelaksana BSL-7 melalui Sugih Hartono memberi uang kepada Akhmad Afif Rp 50 juta. Dana diserahkan setiap bulan sebagai biaya operasional satker. Andreas juga serahkan uang kepada Dirjen DJKA Prasetyo Boeditjahjono sebesar Rp 1,4 miliar.
Seterusnya, Muchamad Hikmat dari PT Dwifarita Fajarkharisma pelaksana BSL-10 memberi uang sebesar Rp 3,5 miliar kepada Nur Setiawan Sidik. Dana diserahkan lewat Tugiyanto sebagai uang sleeping fee 5 persen dari nilai pembayaran.
M. Hikmat kembali menyerahkan uang Rp 2,446 miliar kepada Akhmad Afif melalui Riyanto. Dia juga memberi uang kepada Amanna Gappa sejumlah Rp 2. 092. 180. 000, transfer kepada Halim Hartono melalui rekening PT Adifa Nadi Perkasa dengan total Rp 822.494.000.
Akhmad Rakha Harashta dari PT Surya Annisa Kencana pelaksana BSL-11 memberikan Rp 120 juta kepada Awal Masnyur. Uang ini dipakai untuk biaya pengukuran topografi dan pembuatan shop drawing. Rakha juga memberikan uang Rp 1 miliar kepada Amanna Gappa lewat Muchamad Hikmat.
Muchamad Hikmat mewakili PT Dwifarita Syahyakirti Utama KSO pelaksana BSL-12, turut memberi Rp 1,25 miliar kepada Akhmad Afif.
Halim Hartono juga kebagian dari Hikmat melalui Samsul, Karso, dan lewat transfer rekening atas nama PT Adhifa Nadi Perkasa dan rekening Andri Fitra. Total Rp 6.866.763.000.
Hikmat juga serahkan uang ke Rieki Meidi Yuwana sebagai commitment fee sebesar 1/2 persen dari nilai kontrak senilai Rp 400 juta.
M. Syarif Abubakar dari Agung Nusantara Jaya KSO selaku pelaksana BSL-13 lewat Zafri Zam-Zam memberi uang ke Halim Hartono sebesar Rp 425.776.000.
Hikmat pun serahkan uang ke Rieki Meidi Yuwana senilai Rp 250 juta sebagai commitment fee 1/2 persen.
Uang dari Ilham Mohamad Wahyu dari Pratama-Pindad Global KSO pelaksana BSL-14 ke Halim Hartono senilai Rp 1,5 miliar yang diberikan lewat Igor secara bertahap.
Ia juga memberikan uang ke Awal Masyur (Kadivtek) Rp 10 juta tiap bulan, ke Nazar (Kadivtek) Rp 7 juta tiap bulan, dan ke Fitriani Rp 10 juta setiap pencairan, yang totalnya Rp 110 juta.
Hari Bowo Laksono dari Bhineka-Takabeya KSO pelaksana BSL-15 memberi uang ke Halim Hartono melalui transfer ke rekening Aldita Rp 223 juta, ke rekening Ardi Wardah Rp 183 juta, dan ke rekening Andri Fitra Rp 221 juta.
Halim Hartono juga menerima dari Eddy Zuardy dari Meutijah Solusi KSO selaku pelaksana BSL-16. Uang ini bentuk commitment fee 9 persen dari setiap termin pembayaran, yang totalnya Rp 1,8 miliar.
Berikutnya, Halim Hartono menerima uang dari Sulmiyadi pihak PT. Agung-Tuwe, JO pelaksana BSL-18. Total uangnya sebesar Rp 10,25 miliar sebagai commitment fee.
Pembagiannya, 10 persen dari nilai kontrak untuk Halim Hartono, 1,5 persen untuk Pokja, dan 1,5 persen untuk BPK.
Arista Gunawan juga memberiRp 80 juta kepada Halim Hartono melalui transfer ke rekening M. Nazar. Arista melalui Bambang Herwanto dari PT. Dardela Yasa Guna pelaksana JKABB-1 memberi Rp 330 juta kepada BTP Medan sebagai commitment fee dan ke Bendahara BTP Medan Rp 75 juta untuk pencairan termin.
Lainnya, dari Sabar Menanti Sitompul selaku pihak PT. Harwana Consultant pelaksana JKABB-4 kepada Toto (staf BTP Sumut). Uang Rp 400 juta merupakan commitment fee.
Ardi Iskandar dari PT. Bina Mitra Bangun Sarana Pratama-PT Zafran Sudrajat Konsultan KSO pelaksana SPSV BSL-3 memberi uang ke Halim Hartono Rp 540 juta,
bentuk commitment fee 18 persen dari nilai pembayaran.
“Perbuatan mereka berakibat merugikan keuangan negara sebesar Rp 1. 157.087.853.322 seperti laporan hasil audit penghitungan kerugian keuangan negara oleh BPKP, ” pungkas JPU.(ahi).