Jajaran PT. OTM Kembali Diacak-acak, Tapi Aset OTM Tak Kunjung Disita

Eks Dirut PPN Alfian Berubah Status ?
PORTALKRIMINAL.ID -JAKARTA: Jajaran Manajemen PT. Orbit Terminal Merak (OTM) kembali diacak-acak oleh Kejaksaan Agung dalam Skandal BBM.

Namun demikian, sampai kini aset OTM termasuk terminal BBM dan pabrik pengolahan BBM di Merak belum disita guna pengembalian kerugian negara Rp 193, 7 triliun.

Sejauh ini, dalam upaya pengembalian kerugian negara belum ada penyitaan aset yang berarti. Terakhir, penyitaan di kediaman Raja Minyak Riza Chalid hanya ditemukan uang tunai Rp 800 jutaan.

Terakhir, Jajaran OTM milik M. Kerry Andrianto Riza yang diperiksa adalah Accounting and Tax inisial NBL, pada Selasa (18/3).

Kapuspenkum Dr. Harli Siregar enggan mengomentari belum disitanya Kantor OTM dan Pabriknya di Merak. Dia hanya mengatakan mereka diperiksa guna penguatan pembuktian dan lengkapi pemberkasan.

“Semua dalam rangkaian untuk membuat terang tindak pidana (cari tersangka baru, Red), ” katanya, Selasa (25/3) malam.

Mereka yang diperiksa, adalah TR selaku Terminal Manager, RF (Manager Operation M&E), NBL (Manager Finance).

Patut diduga, NBL adalah orang yang sama yang diperiksa pada Selasa (18/3) dan lalu Senin (24/3) namun sampai akhir pemeriksaan belum berubah status dan tidak dicegah ke luar negeri.

Terakhir, Jajaran OTM yang diperiksa adalah GRJ selaku Komisaris PT. Jenggala Maritim dan Dirut PT. OTM yang telah berstatus tersangka.

SITA ASET

Berbeda dengan Skandal Tambang Tindak Ilegal, maka dalam Skandal BBM terkesan lamban melakukan sita aset barang bergerak dan aset tidak bergerak.

Pada Skandal Timah bukan hanya tersangka catat rekor sampai 23 tersangka, namun juga aset yang disita mulai 80 tas bermerek milik istri tersangka Harvey Moeis, juga mobil mewah dan 5 Pabrik Smelter.

Bahkan, belakangan PT. Refined Bangka Tin (RBT) dan 4 Smelter lainnya dijadikan tersangka guna pemaksimalan pengembalian kerugian negara.

“Harusnya demikian. Tapi bisa jadi ada pentahapan yang harus dilalui dalam artian alat bukti, ” komentari Pegiat Anti Korupsi Erman Umar yang juga Ketua Dewan Penasehat DPP KAI yang dihubungi terpisah.

Erman beralasan karena sebelum ini Jampidsus Dr. Febrie Adriansyah sudah menyatakan para tersangka juga bakal dijerat tinda pidana pencucian uang (TPPU) dan bahkan tindak pidana merugikan perekonomian negara (TMPN).

“Mari kita beri kesempatan tim penyidik bekerja. Saya yakin mereka akan melakukan yang terbaik, ” saran Erman.

KEMENTERIAN ESDM

Secara terpisah, Kejaksaaan Agung kembali memeriksa dua Pejabat Ditjen Migas, Kementerian ESDM atas nama MIS (Koordinator Tata Kelola dan Pengadaan Komoditas Kegiatan Usaha Hilir Migas) dan EED (Koordinator Harga Bahan Bakar Minyak dan Gas Bumi).

Pemeriksaan ini menambah daftar panjang Pejabat Ditjen Migas yang diperiksa, setelah 3 Dirjen dan PLT Ditjen diperiksa.

Upaya ini patut diduga dalam upaya menemukan tersangka baru, sebab dari 9 tersangka belum ada satu pun dari kalangan Birokrat, terkait Pembuat Kebijakan yang dijadikan tersangka.

“Dalam konteks impor BBM dan blending RON 90 dan lebih rendah dengan RON 92, tentu setelah peroleh kebijakan. Pertanyaannya, siapa yang terbitkan kebijakan, ” ujar Erman.

Saksi lain yang ikut diperiksa, adalah IR (Pjs. VP Feedstok Management PT. Kilang Pertamina Internasional September 2022), RDF (Specialist 1 HPO PT. Kilang Pertamina Internasional periode 2020 -2024) dan FTR (Manager Market Research & Data Analysist PT. Kilang Pertamina Internasional periode 2021- 2022).

PERTAMINA PATRA NIAGA

Sebelum ini, telah diperiksa Dirut PT. Pertamina Patra Niaga (PPN) Alfian Nasution pada Jumat (21/3).

Alfian ini menjadi tokoh kunci karena dia menjabat sejak 2021 – Juli 2023 saat peristiwa pidana terjadi pada periode 2018.

Riva Siahaan yang menggantikan Alfian melalui Rapat Umum Pemegang Saham, 14 Juli 2023 justru ditetapkan tersangka.

“Secara akal sehat, harusnya Dirut PPN sejak 2018 sampai 2023 harus ikut bertanggung jawab. Bahwa Riva dijadikan tersangka bisa jadi karena alat buktinya cukup, ” tutur Erman.

Sesuai tekad Kejagung yang ingin menuntaskan perkara ini, maka semua terbuka kemungkinan.

“Dus, mari kita ikuti perkembangannya, ” pungkas Erman.

Pertamina Patra Niaga didirikan pada Februari 1997 dengan nama PT. Elnusa Harapan dengan bisnis awal di bidang penyimpanan minyak, pengangkutan dan penjualan BBM. Lalu, 2004 menjadi PT. Patra Niaga dan 2012 menjadi PPN.

Selanjutnya, pada 2020 PPN ditunjuk sebagai Induk Subholding Komersial & Perdagangan. Anak usaha PT. Pertamina Lubricants, PTm Pertamina Retail dan PT. Pertamina International Marketing & Distribution Pte. Ltd.(ahi)