Kasus BTS, Tol MBZ Belum Tuntas
PORTALKRIMINAL.ID JAKARTA: Gedung Jaksa Agung Muda Pidana Khusus (Jampidsus) akrab disebut Gedung Bundar diresmikan penggunaannya oleh Jaksa Agung ST. Burhanuddin, Selasa (29/4/2025).
Burhanuddin mengatakan pembangunan Gedung Bundar (renovasi total, Red) ini bentuk kepercayaan (Trust) masyarakat dan pemerintah atas pemberantasan aneka mega skandal korupsi.
“Gedung baru ini sekaligus dorongan dan tantangan bagi Jajaran Pidsus untuk
terus memberikan layanan hukum yang berkualitas, tegas dan berintegritas, ” katanya.
Renovasi total Gedung Bundar dilakukan sekitar tahun 2024. Jajaran Pidsus dipaksa harus “transmigrasi” Gedung Menara Kartika Adhyaksa.
Menara Kartika sempat digunakan sebagai Kantor Jaksa Agung setelah renovasi total Gedung Utama Kejaksaan Agung yang terbakar pada 22 Agustus 2022. Pada 2024, renovasi selesai Jaksa Agung berkantor di Gedung Utama yang baru.
CATATAN SEJARAH
Peristiwa ini mengingatkan 41 tahun lalu saat Jaksa Agung ke-XII Alm. Hari Soeharto meresmikan Gedung Bundar pada 22 Juli 1984 bertepatan Hari Bhakti Adhyaksa ke-24. Gedung ini dibangun di masa Jaksa Agung ke-XI Ismail Saleh.
Dari gedung ini pula yang disebut Jaksa Agung (saat itu) Hari Soeharto dengan nama Graha Andhika Anuwika (artinya, Gedung Nan Indah) berhasil dibongkar aneka kasus besar.
Sebut saja pada 1993 disidik kasus Eddy Tansil terkait pembobolan Bank Bapindo Rp 1, 3 triliun oleh Jampidsus Sutomo. Eddy Tansil dan Direksi Bank Bapindo (saat itu) dijadikan tersangka dan dapat dibuktikan di pengadilan.
Lalu, Skandal Bank Mandiri di era Jampidsus Alm Marwan Effendi.
Berikutnya, Skandal Asuransi Jiwasraya Rp 16, 8 triliun yang disidik era Jampidsus M. Adi Toegarisman dan diteruskan Jampidsus Ali Mukartono yang lalu berhasil mengungkap Skandal Asabri Rp 22 triliun lebih.
Terakhir, saat Dr. Febri Adriansyah didapuk sebagai Jampidsus pada 6 Januari 2022 dibongkar Skandal Garuda Indonesia, Skandal Tambang Timah Ilegal, Skandal Pembangunan Kereta Api Besitang- Langsa , BTS 4 G dan lainnya.
AKTOR INTELEKTUAL
“Kita penuh harap atas kapasitas, kapabilitas dan integritas Jajaran Gedung Bundar guna ungkap aktor intelektual di setiap perkara. Paling tidak, semua pihak terkait dijerat agar menjadi aspek penjeraan, ” harap Ketua Tim Advokasi Patriot Indonesia (TAPI) Iqbal D. Hutapea secara terpisah.
Metode penyidikan perkara suap dan atau gratifikasi kepada Majelis Hakim PN. Surabaya yang putus bebas Ronald Tannur dan terakhir perkara Majelis Hakim Pengadilan Tipikor yang putus Onslag perkara CPO oleh 3 Induk Korporasi milik Para Taipan dijadikan Blue Print (Cetak Biru) penanganan perkara Tipikor.
“Dengan pendekatan semacam itu, semua pihak terkait digaruk tanpa melihat latar belakangnya kecuali alat bukti, ” ujarnya mencontohkan sekaligus akhiri perbincangan.
Dari catatan Portalkriminal. Id. pada perkara Majelis Hakim Tipikor penyandang dana belum digaruk juga pencetus ide suap yang kemudian dilaksanakan semua pihak.
Patut diduga, Manajemen dan atau Pemilik 3 Induk Korporasi mengetahui praktik itu, tapi ada dugaan pembiaran.
Juga perkara Tol MBZ dan BTS 4G. Jelas putusan pengadilan menyebut kerugian negara Rp 581 miliar dibebankan kepada PT. Waskita Karya dan PT. Acset selaku pemenang tender, tapi sampai kini mereka tidak dijadikan tersangka Korporasi MBZ.
Hal senada perkara BTS 4G, terungkap di persidangan sejumlah korporasi pemenang tender diduga terlibat praktik suap dan atau gratifikasi.
Sebut saja, Steven S. Sutrisna memberi uang kepada Irwan Hermansyah (terdakwa BTS) Rp 27, 5 miliar bagian dari komitmen fee atas pekerjaan paket 4 dan 5 dari subkontraktor PT. Waradana Yusa Abadi.
Lalu, Aryo Damar dan Alfi Asman memberikan kepada Windi Purnama (Dirut PT. Multimedia Berdikari Sejahtera) atas arahan Irwan Hermansyah dan Galumbang MS Rp 7 miliar bagian komitmen fee atas pekerjaan PT. Aplikanusa Lintasarta (anggota Konsorsium Paket 3).
Bayu Erriano Affia Rp 29 atas pekerjaan pengawasan fiktif dari PT. Sarana Global Indonesia yang diterima dari Lintasarta Rp 33 miliar setelah dipotong untuk kepentingan Global.
Terakhir, Irwan sebesar Rp 23 miliar atas pengawasan fiktif dari PT. JIG Nusantara Persada juga dari Lintasarta sebesar Rp 28 miliar setelah dipotong untuk kepentingan JIG.(ahi)