Diam-diam, Kejagung Sidik Berau Coal Terkait Kontrak Penjualan Solar Non-Subsidi ?

Berau dan 12 Korporasi Lain Raup 2, 5 Triliun
PORTALKRIMINAL.ID-JAKARTA: Diam-diam, Kejaksaan Agung tindak lanjuti kontrak penjualan solar non-subsidi dibawah bottom price bahkan dilakukan dibawah harga pokok penjualan.

Hal tersebut diketahui dari diperiksanya VP Procurement PT. Berau Coal periode 2017 -2023 insial GI pada Senin (27/10), namun baru dirilis Puspenkum pada Selasa (28/10).

Seperti diketahui anak perusahaan Sinar Mas Group diuntungkan Rp449,10 miliar terungkap dari surat dakwaan terdakwa Riva Siahaan, Kamis (9/10) di Pengadilan Tipikor Jakarta.

Kapuspenkum Anang Supriatna enggan berspekulasi dan hanya mengatakan GI diperiksa guna memperkuat pembuktian dan melengkapi pemberkasan perkara tata kelola minyak mentah.

“Semua dilakukan dalam rangka membuat terang tindak pidana (temukan tersangka baru, Red), ” kata Anang.

Kasus penjualan solar non-subsidi baru diketahui dari persidangan perdana terdakwa Riva Siahaan dan delapan terdakwa lainnya.

Diduga kasus ini bagian perkara pokok, yakni tata kelola minyak mentah dan produk kilang pada PT Pertamina (Persero), Subholding, dan Kontraktor Kontrak Kerja Sama (KKKS) periode 2018- 2023.

Belum diketahui alasan kenapa sampai kini kasus ini tidak disinggung. Padahal, dari surat dakwaan jaksa perbuatan tersebut menguntungkan Berau Dkk dan patut diduga masuk ranah korupsi.

Berbeda dengan penyidikan perkara Sritex yang sedari awal disebutkan terdiri Klaster I yang menyangkut Manajemen Sritex dan 3 Bank BPD (DKI, Jateng dan BJB) dan Klaster II terkait Sindikasi Perbankan beranggotakan Bank BNI, BRI dan LPEI.

GI diperiksa bersama 9 orang saksi lainnya dari PT. Pertamina serta anak usahanya, yakni PT. Pertamina Patra Niaga dan PT. Kilang International

MASUK PENYIDIKAN ?

Pegiat Anti Korupsi Iqbal D. Hutapea berharap Kejaksaan Agung menindak lanjuti kasus tersebut karena dengan terang benderang disebutkan pada aktif penjualan solar non subsidi telah menguntungkan Berau dan 12 korporasi lain sampai Rp 2, 5 triliun.

“Pengusutan kasus ini sejalan dengan Statement Presiden saat menyaksikan penyerahan barang rampasan perkara CPO pada 20 Oktober bahwa Kejaksaan diminta menuntaskan perkara korupsi berskala besar, ” ujarnya, Rabu (29/10).

Selain itu, pengusutan kasus ini sejalan dengan Program Pemerintah bersih-bersih dari praktik penyalahgunaan wewenang, penyimpangan dan sejenisnya.

“Saya yakin dan percaya kasus ini hanya soal waktu untuk ditingkatkan ke penyidikan, ” dan tukasnya seraya akhiri perbincangan dengan Portalkriminal. Id.

12 KORPORASI LAINNYA

Istilah JPU saat pembacaan dakwaan terhadap 13 korporasi, adalah para pihak terkait di PT Pertamina periode 2018 -2021 serta PT. Pertamina Patra Niaga (PPN) periode 2021-2023 memberikan harga di bawah harga jual terendah (harga bawah) atas solar non subsidi kepada pembeli swasta tertentu.

Alasan Pertamina, praktik tersebut guna menjaga pangsa pasar industri, tapi sayangnya dilakukan tanpa memperhatikan profitabilitas dan kepatuhan terhadap pedoman tata niaga sebagaimana diatur dalam Pedoman Pengelolaan Pemasaran BBM Industri dan Kelautan PT Pertamina Patra Niaga No. A02- 001/PNC200000/ 2022-S9.

“Dari hasil audit internal dan pemeriksaan kejaksaan. Total keuntungan tidak sah yang diperoleh 13 perusahaan tersebut mencapai Rp 2. 544. 277.386.935 atau Rp 2,54 triliun, ” tutur JPU.

Selain Berau, 12 korporasi lain adalah PT. Pamapersada Nusantara (PAMA) – Grup Astra (PT United Tractors Tbk) sebesar Rp 958, 38 miliar, PT. Adaro Indonesia – Adaro Group Rp 168, 51 miliar, PT. Ganda Alam Makmur – Titan Group bekerja sama dengan LX International (Korea) Rp 127, 99 miliar.

Seterusnya, PT. Bukit Makmur Mandiri Utama (BUMA) – Delta Dunia Group (DOID) Rp 264, 14 miliar, PT. Merah Putih Petroleum – PT Energi Asia Nusantara & Andita Naisjah Hanafiah Rp 256, 23, miliar, PT. Maritim Barito Perkasa – Adaro Logistics / Adaro Group Rp 66, 48 miliar.

Kemudian, PT. Indo Tambangraya Megah Tbk (ITM) – Banpu Group (Thailand) Rp 85, 80 miliar, PT. Indocement Tunggal Prakarsa Tbk – Heidelberg Materials AG (Jerman) Rp 42, 51 miliar, PT. Vale Indonesia Tbk – Vale SA (Brasil) Rp 62, 14 miliar.

Berikutnya, PT. Nusa Halmahera Minerals (PTNHM) – PT Indotan Halmahera Bangkit & PT Antam Tbk Rp 14, 06 miliar, PT. Purnusa Eka Persada / PT Arara Abadi – Sinar Mas Group (APP/Sinarmas Forestry) – Rp 32, 11 miliar dan PT. Aneka Tambang (Antam) Tbk – BUMN (MIND ID) Rp 16, 79 miliar.(ahi)