Oleh: Abdul Haris Iriawan *)
KAGET plus prihatin ketika diberitakan kediaman Jampidsus Dr. Febrie Adriansyah yang juga Ketua Satgas Pelaksana Penertiban Kawasan Hutan (PKH) didatangi oleh aparat penegak hukum (Polda Metro Jaya, Red) dengan alasan akan melakukan penggeledahan (Tempo. Co, Senin 4 Juli), Jumat (25/7)
Rasa kaget itu muncul seketika karena selama ini tidak pernah ada informasi dan atau berita yang menyangkut Febrie sama sekali.
Sementara rasa prihatin muncul dikarenakan aksi tersebut dilakukan terkesan Show of Force.
Lepas dari peristiwa yang sebenarnya terjadi lantaran sampai saat ini Polda Metro belum memberikan keterangan resmi telah memunculkan sejumlah pertanyaan besar.
Secara kasat mata, peristiwa itu dikaitkan dengan penanganan perkara tata kelola minyak mentah yang menyeret The Gasoline Godfather M. Riza Chalid sebagai tersangka dan skandal lainnya.
Seperti diketahui, Riza Chalid diduga memiliki jaringan luas, khususnya di dunia politik sehingga menangkap Riza sama artinya menguak siapa saja yang menikmati hasil kejahatan Riza selama ini ?
Secara Undercover (tersembunyi), ada upaya untuk melakukan pembunuhan karakter (character Assasination) dalam upaya menjegal Febrie untuk menjadi Jaksa Agung mendatang.
Bersikap tanpa kompromi didukung kepemimpinan yang kuat dalam menangani perkara korupsi membuat para pihak yang telah dan tengah menikmati hasil kejahatan (korupsi) menjadi takut.
Dengan demikian peristiwa itu tidak berdiri sendiri. Ada dugaan kejadian itu ditumpangi berbagai kepentingan yang berujung Febrie harus disingkirkan dari kursi Jampidsus.
Mereka beralasan sebagai Jampidsus saja, kita dibuat takut. Apalagi, bila kemudian dipercaya sebagai Jaksa Agung mendatang.
Reputasi Febrie tidak berhenti sebagai Jampidsus. Dalam kapasitas Ketua Satgas Pelaksana PKH, Febrie telah menjadi momok bagi para Taipan dan Cecunguknya, yang selama 10 tahun terakhir hidup mewah tanpa terusik !
Bayangkan, hanya butuh waktu 6 bulan, Jaksa Agung Mudah berdarah Lahat, Sumsel sudah menguasai kembali 2 juta hektar lahan kawasan hutan dan diserahkan ke negara melampaui target.
Praktik Taipan menjerit dan marah. Uang triliunan hilang. Hilang bukan karena saham perusahaan sawitnya anjlok di Pasar Bursa Saham, tapi lantaran disita Febrie karena berusaha di lahan ilegal. Sekali lagi ilegal !
Peristiwa yang menimpa Febrie semacam ini bukan kali pertama terjadi. Pembedanya, peristiwa itu terjadi di kediamannya, di Kebayoran Baru, Jakarta Selatan.
Sebelumnya, peristiwa yang terjadi pada Minggu (19/5/2024) saat Febrie akan makan malam di RM. Perancis di Kawasan Cipete, Jakarta Selatan sekitar pukul 20. 00. -21. 00 WIB.
Oknum yang diduga berasal dari Densus 87 Anti Teror diamankan dan diserahkan ke Polri. Namun tanpa ada tindak lanjut terhadap oknum yang menguntit Febrie.
ADU DOMBA
Kembali kepada penjegalan Febrie melalui pembunuhan karakter dan berbagai isu yang tidak bertanggung jawab tersebut tanpa sadar telah mengadu domba kedua lembaga penegak hukum.
Sama-sama berwenang. Sama-sama mengklaim) paling benar.
Kondisi ini dipertajam oleh Media dan Buzzer melalui pemberitaan yang sudah disetting sedemikian rupa guna membenturkan kedua institusi.
Kasus Marcella Santoso, M. Adhiya Muzaki dan Tian Bachtiar adalah contoh teranyar.
Mereka dijerat perkara perintangan penyidikan terkait penanganan perkara impor gula, timah dan CPO
Pengondisian tersebut, berakibat penanganan perkara tindak pidana korupsi menjadi terganggu dan terabaikan.
Energi terbuang percuma tanpa hasil. Calon Koruptor bertepuk tangan di balik pintu.
Ini gambaran mini Suriah. Perang habis-habisan Suni vs Syiah kejar ambisi kekuasaan. Suriah menjadi lemah. Zionis tertawa. Rakyat Suriah menderita.
Dalam kaitan itu, penulis berharap kedua institusi memanfaatkan berbagai saluran untuk menyelesaikan berbagai masalah hukum melalui mekanisme yang sudah ada.
Hindari cara-cara yang tak patut sehingga terhindar dari penumpang gelap yang memiliki agenda tersendiri.
Spirit Kemerdekaan harus menjadi acuan dalam melangkah. Persatuan yang didengungkan Para Founding Fathers harus bersemayam di dada.
Diadu domba sama artinya menjadi kacung. Tidak ada yang menang, tiada ada yang kalah. Pencari hukum yang menjadi korban.
Kecuali kalau bermental Kacung ! (Wartawan Senior *)