Tunggu Perintah, Cari Selamat: Eksekusi Silfester Terabaikan. Institusi Kejaksaan Tercoreng ?

Abdul Haris Iriawan *)

ENAM tahun sudah perkara Silfester Matutina dinyatakan lengkap (Incracht) dihitung sejak Mahkamah Agung putus perkara pada 20 Mei 2019.

Namun, sejak terungkapnya pada 30 Juli 2025 saat Roy dan TPUA datangi Kantor Kejaksaan Negeri (Kejari) Jakarta Selatan hingga kini perkara tidak pernah beringsut.

Istilah Pelatih Timnas Patrick Kluivert jalan di tempat. Hanya otak-atik bola dari kaki ke kaki.

Penontonnya pun saling pandang: kok tidak ada yang berani atau berinisiatif nendang gawang ?

Aneka spekulasi muncul di media. Ada yang sebut Sepak Bola Gajah. Tidak sedikit pula mengaitkan dengan Judi Bola. Asosiasi Sepak Bola dan Penegak Hukum pun diam seribu bahasa.

Fungsi intelijen sepak bola dan intelijen dalam artian umum tidak jalan.

Asyik ikutan nonton bola atau duduk di warung kopi: Tidak ada perintah Bang.

AROMA POLITIS

Kembali pada perkara Silfester. Aroma politik lebih kental dan mendominasi. Kesan itu tidak terelakan sebab secara hukum, sudah memenuhi syarat untuk dieksekusi.

Putusan kasasi Mahkamah Agung sudah ada. Terpidana juga sudah ada (di sekitar Kejari Jakarta Selatan, Kejati DKJ dan Gedung Utama Kejaksaan Agung).

Pastinya, Tim Jaksa Eksekutor (TJE) sudah ada. Asumsi TJE karena Tim Jaksa Penuntut Umum (JPU) selalu mengikuti perjalanan perkara.

Seorang Mantan Petinggi Kejaksaan yang lama bertugas di Pidsus, Kejagung malah menyebutkan petikan putusan saat perkara sudah dinyatakan Incracht sudah dapat digunakan untuk eksekusi. Tidak harus menunggu salinan putusan !

Pertanyaan liar pun bermunculan di warung kopi di pinggiran jalan di seantero tanah air dan Media Sosial (Medsos).
Lantaran asyik bercampur prihatin: Mereka terjebak diskusi kecil. Tanpa mereka sadari waktu terus berjalan. Aneka kegiatan 17 Agustusan yang digelar di kampung- kampung sampai ibukota terabaikan.

Apa sebenarnya yang terjadi ? Apakah karena Silfester adalah Loyalis Jokowi yang juga Ketum Solidaritas Merah Putih (Solmet) ?

Lebih ekstrim lagi, karena Silfester menjabat Wakil Ketua Tim Kampanye Prabowo -Gibran pada Pilpres 2024 lalu eksekusi tidak dapat dilakukan ?

CARI SELAMAT ?

Jika kita menggunakan pendekatan hirarki (Public Policy). Atasan Jaksa Agung bisa mengingatkan kasus tersebut mengapa tidak diekusi. Seterusnya sampai Kajari menegur Kasi Pidum Kejari Jakarta Selatan.

Pendekatan ini lazim dalam organisasi moderen yang menganut pendekatan Punishment dan Reward. Tida becus bekerja, maka dicopot. Sebaiknya diberi penghargaan.

Dalam konteks itu, melihat belum dieksekusinya Silfester dapat disimpulkan organisasi Pemerintahan belum berjalan maksimal ?

Sumpah jabatan yang memuat sikap untuk melaksanakan tugas sebaik-baiknya tidak dilaksanakan. Padahal, jabatan itu adalah amanah yang mengandung janji sekaligus sumpah kepada Sang Pemilik Alam Semesta !

Pembiaran ini akan dipastikan akan membuat Trust Publik kepada Kejaksaan. Bakal menurun drastis.

Era Keemasan Kejaksaan juga bakal tercoreng para akhirnya.

Johnny G. Plate sekelas Sekjen Parpol dan Menteri era Jokowi dapat dijadikan tersangka dan langsung ditahan dalam perkara BTS 4 G.

Memang, secara formal Kejaksaan sudah mengingatkan kepada Pers bahwa eksekusi akan segera dilakukan.

Anang Supriatna, Kapuspenkum dan menjabat Kajari Jakarta Selatan menambahkan pengajuan PK (Peninjauan Kembali) oleh Silfester yang segera digelar pada 20 Agustus di Pengadilan Negeri (PN) Jakarta Selatan tidak halangi eksekusi. Dia beralasan perkara sudah Incracht.

Namun, dugaan semua mencari selamat dan tidak ingin jadi korban permainan politik sangat kental dan sulit dihindari.

Anang tampil sendiri adalah contohnya.

Kita sebagai rakyat hanya bisa menarik nafas dalam : ternyata hukum tumpul ke atas bukan isapan jempol.

Sedih, prihatin. Konstitusi yang menjamin persamaan hak setiap warga negara di depan hukum masih jauh panggang dari api.

Spirit Kemerdekaan yang diikrarkan 80 ,tahun lalu di Jalan Proklamasi belum diresapi dan dijiwai sepenuhnya seperti Pejuang terdahulu: Merdeka atau Mati ! (Wartawan Senior *)
.